"Karena suami kan melihat langsung, jadi kemungkinan besar gambaran proses melahirkan itu terekam jelas. Misalnya, ketika melihat darah, ia jadi teringat saat istrinya perdarahan, atau saat mendengar anaknya nangis. Bahkan ingatan dari penciuman, seperti bau obat atau bau yang mengingatkan dengan rumah sakit, akan memicu rasa cemas," jelas Ajeng.
Pada beberapa kondisi yang lebih ekstrem, suami dengan stres dan trauma pasca-melahirkan akan mengalami mimpi buruk dan bisa memicu perubahan perilaku.
Beberapa lelaki menjadi super sensitif dan terlalu khawatir dengan kondisi istri dan anaknya. Respons ini mungkin bisa tergolong cukup baik, karena pada akhirnya suami menjadi lebih perhatian terhadap istri dan anaknya, selama itu tidak berlebihan.
Respons tidak peduli juga mungkin ditunjukkan oleh lelaki yang mengalami kondisi ini. Menurut Ajeng, ada suami yang menjadi pasif dan tidak peduli dengan istri yang sibuk merawat bayi mereka.
Baca Juga: Masih Bekerja dan Belajar dari Rumah? Jangan Lupa Olahraga untuk Usir Stres
Namun, penanganan terbaik untuk mengatasi trauma pasca-melahirkan bagi suami adalah dengan berkonsultasi pada seorang profesional, psikiater atau psikolog. Menurut Ajeng, pendekatan terapi yang dilakukan adalah Trauma Focus Cognitive Behavioral Therapy (TFCBT).
"Terapi difokuskan pada traumanya. Memang akan tidak nyaman karena pasien dipaksa mengingat kembali kejadian. Tapi, ini membantu mereka untuk bisa lebih menerima kondisi dengan realistis, menghadapi dan bukan menghindar, yang pada akhirnya bisa melepaskan itu semua," jelas Ajeng.