Suara.com - Perlemakan hati adalah penumpukan lemak yang berlebih serta infeksi pada hati. Meski pada dasarnya perlemakan hati tidak berbahaya, tapi inflamasi (peradangan) yang berkepanjangan dapat menyebabkan jaringan parut (sirosis) yang menurunkan fungsi hati, bahkan berujung kanker hati.
Perlemakan hati awalnya tidak bergejala atau menimbulkan keluhan apapun, sehingga penderita cenderung tak sadar telah mengalaminya.
Dokter spesialis penyakit yang tergabung dalam Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Dr. Irsan Hasan menyarankan pemeriksaan melalui USG untuk mengecek perlemakan hati.
"Perlemakan hati umumnya tidak bergejala. Pemeriksaan bisa dengan USG hati, yang sama seperti USG memeriksa jenis kelamin bayi pada ibu hamil," katanya dalam sebuah webinar, Jumat (26/6/2020), seperti dikutip dari Antara.
Baca Juga: Ayo Rajin Sikat Gigi, Kesehatan Mulut Buruk Tingkatkan Risiko Kanker Hati!
Pada hati yang berlemak akan terlihat berwarna putih pucat, sementara hati yang sehat akan berwarna merah.
Jika lemak hati sudah lebih dari lima persen, maka seseorang dikatakan terkena perlemakan hati.
Karena tak bergejala, penderita biasanya baru tahu ada lemak di hatinya saat menjalani pemeriksaan medis.
Setelah lemak terdeteksi, nantinya dokter menyarankan pemeriksaan lanjutan, dan diikuti dengan terapi terutama perbaikan gaya hidup karena lemak ini berkaitan dengan gaya hidup seperti pola makan.
"Penyakit berkaitan dengan gaya hidup, yakni konsumsi kalori tinggi, tinggi karbohidrat, lemak, fruktosa, sukrosa, dan lainnya. Pola makan berkurang sayur, asupan kalori tinggi, kurang bergerak, banyak duduk sehingga (kasus) obesitas semakin banyak," tutur Irsan.
Baca Juga: Sulit Dideteksi Dini, Kenali Ragam Gejala Kanker Hati
Mereka yang mengalami penyakit ini biasanya berusia 40 tahun. Tapi, perlemakan hati juga bisa terjadi pada anak usia 5 hingga 8 tahun.