Suara.com - Seorang profesor dan direktur pascasarjana bidang psikologi Universias Binghamton, Richard Mattson meneliti tentang seberapa penting profil genetik pasangan-pasangan pada kualitas pernikahan.
"Sangat logis untuk berpikir bahwa faktor genetik mungkin mendasari banyak sifat–seperti kepribadian dan empati, sifat-sifat yang digunakan situs pencari jodoh untuk mencocokkan pasangan, karena diasumsikan dapat membangun chemistry sedari awal dan menentukan hubungan jangka panjang dengan pasangan tertentu," catat Mattson di The Conversation.
Mattson mencatat, bahwa gen merupakan segmen DNA yang memberikan sifat tertentu. Sehingga berbagai bentuk gen yang disebut alel yang diwarisi orangtua akan mewakili jenis gen seseorang.
"Perbedaan jenis gen sesuai dengan perbedaan yang dapat diamati dalam sifat yang ada dalam individu," catat Mattson.
Baca Juga: Marah, Tina Toon Desak Pembakar Bendera PDIP Dihukum
Dalam penelitiannya, Mattson terfokus pada gen reseptor oksitosin (OXTR). Oksitosin sering kali disebut dengan hormon cinta yang tampaknya memainkan peran penting dalam ikatan emosional.
Dilansir dari The Conversation, Mattson dalam peneltiannya memusatkan perhatian pada dua lokasi spesifik pada gen OXTR: rs1042778 dan rs4686302.
"Seperti yang diharapkan, dukungan sosial yang lebih tinggi berkaitan dengan kualitas pernikahan yang tinggi. Selain itu, bagi suami maupun istri, variasi genetik di setiap OXTR dikaitkan dengan bagaimana pasangan bersikap selama diskusi dukungan," catatnya.
Penelitian Mattson menemukan bahwa orang dengan variasi gen yang lebih rendah akan merasa dukungan dari pasangan kurang berefek atau tidak menangkap dukungan pasangan. Dalam penelitian ini, suami dengan dua salinan alel T (tidak bervariasi) di lokasi tertentu pada OXTR (rs1042778) merasa bahwa pasangan mereka memberikan dukungan yang lebih rendah.
Hasil itu menyiratkan, bahwa suami dengan jenis gen TT lebih sulit mengartikan perilaku istri sebagai sebuah dukungan.
Baca Juga: Ridwan Kamil: Jangan Ngantor di Jakarta, di Jabar Saja Jauh dari Penyakit
"Hal ini konsisten dengan temuan lain yang menunjukan jenis gen yang sama memiliki kecenderungan defisit sosial-kognitif dan autisme," tulis Mattson.
Selain itu suami dan istri yang memiliki gen serupa lebih banyak melaporkan ketidakpuasan terhadap pernikahan mereka jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki kombinasi alel berbeda.
Dengan begitu, suami yang memiliki salinan sel alel T akan lebih kesulitan mengarikan perilaku istri yang pada akhirnya berdampak pada kepuasan dalam pernikahan.
Meskipun demikian, peneliti menekankan untuk tidak dibenarkan untuk menjadikan gen sebagai faktor tunggal dalam masalah pernikahan.
"Berasumsi bahwa satu gen dapat membuat atau menghancurkan suatu pernikahan akan meremehkan kompleksitas genetika dan perkawinan itu sendiri. Ada kemungkinan bahwa gen tertentu mungkin lebih atau kurang merugikan tergantung pada profil genetik pasangan Anda," tegas Mattson.
Namun demikian, Mattson menyatakan masih ada implikasi praktis terhadap temuannya.
"Para peneliti menunjukkan bahwa dukungan dari pasangan dapat melindungi efek buruk stres pada kesehatan mental dan fisik. Menyaring calon suami yang memiliki jenis gen TT pada OXTR dapat membantu mengidentifikasi mereka yang berisiko mengalami masalah terkait dengan stres," catat Mattson.