Suara.com - Enam bulan berlalu, pandemi virus corona mulai membuat negara-negara membuka pembatasan wilayah, meskipun kasus global masih terus meningkat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melaporkan peningkatan kasus Covid-19 harian tertinggi pada Minggu (21/6/2020). Pada laporan itu, WHO mencatat ada lebih dari 183.000 kasus baru dalam waktu 24 jam.
Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), kondisi tersebut membuat banyak ahli epidemiologi dan spesialis enggan memberikan kepastian soal kapan pandemi akan berakhir atau kapan munculnya gelombang kedua.
"Selama enam bulan ke depan, kita bisa melihat sebanyak mungkin kasus yang telah kita lihat dalam enam bulan pertama atau bahkan dalam keadaan yang lebih ekstrem," kata John Mathews, seorang profesor kehormatan di Sekolah Kependudukan dan Kesehatan Global Universitas Melbourne.
Baca Juga: Virus Corona Diklaim Melemah? Bukan Lagi "Harimau" tapi "Kucing Liar"
"Itu tergantung pada seberapa responsif orang dan pemerintah," kata Mathews, mantan wakil kepala medis untuk pemerintah Australia.
Michael Osterholm, direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di Universitas Minnesota lebih blak-blakan. Dia bahkan mengatakan orang-orang harus menyadari bahwa mereka berada pada tahap awal, belum mendekati 60 hingga 70 persen tingkat herd immunity yang diperlukan untuk menghentikan penyebaran pandemi.
"Dunia perlu bangun dan memahami bahwa pandemi sebelumnya sering membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk sepenuhnya pergi, jadi mengapa kita masih berpikir bahwa ini adalah pengalaman empat bulan?" kata Osterholm.
Herd immunity mengacu pada titik di mana kira-kira dua pertiga dari populasi telah terpapar virus atau telah divaksinasi yang disebut mampu menghambat transmisi patogen. Namun, batas waktu vaksin tetap tidak jelas dan tes antibodi menunjukkan bahwa di daerah yang terpukul parah sekalipun, populasi tidak mendekati ambang herd immunity.
"Pikirkan semua rasa sakit, penderitaan, dan gangguan ekonomi yang telah terjadi dan itu hanya sampai 5 persen dari populasi dan kita perlu mencapai 60 hingga 70 persen," kata Osterholm.
Baca Juga: Waduh, Peneliti Sebut Salah Satu Obat Kucing Berpotensi Lawan Virus Corona
Meski demikian, beberapa negara telah mulai membuka pembatasan. Skema pembukaan sendiri telah mambuat beberapa negara yang sudah pulih kembali memiliki kasus. Beijing, Korea Selatan, hingga Selandia Baru adalah contoh negara yang telah berhasil menangani Covid-19 tapi kembali mendapatkan kasus setelah melonggarkan pembatasan.
Mathews menyatakan, meski realitas sosial dan kapasitas perawatan kesehatan ditentukan oleh pemerintah namun keinginan individu dan publik juga sangat diperlukan.
"Karena langkah-langkahnya santai, Anda akan melihat tingkat penurunan rata atau dalam keadaan lebih ekstrim, jika orang menyerah pada jarak sosial, maka Anda akan mendapatkan gelombang kedua," kata Mathews.
"Saya ingin menjadi optimis, tetapi tidak ada yang tahu," imbuhnya.