Pasien Corona Etnis Asia Selatan Lebih Risiko Meninggal di RS Inggris

Ririn Indriani Suara.Com
Sabtu, 20 Juni 2020 | 09:59 WIB
Pasien Corona Etnis Asia Selatan Lebih Risiko Meninggal di RS Inggris
Ilustrasi petugas medis yang menangani pasien Covid-19. (BBC)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut sebuah analisis, orang Asia Selatan paling besar risiko meninggal akibat virus corona Covid-19 setelah dirawat di rumah sakit di Inggris.

Kelompok ini adalah satu-satunya kelompok etnis yang memiliki risiko kematian yang meningkat di rumah sakit dan sebagian disebabkan oleh tingginya tingkat diabetes.

Penelitian ini sangat signifikan karena menilai data dari setiap empat dari 10 orang dari semua pasien rumah sakit dengan Covid-19.

Para peneliti mengatakan kebijakan seperti melindungi orang di tempat kerja dan yang mendapat vaksin kini mungkin perlu diubah.

Baca Juga: Update Corona di Dunia 20 Juni: Kematian Brasil Tembus 1.221 Jiwa Sehari

Apa itu dexamethasone dan bagaimana obat ini bisa melawan virus corona? Kisah seorang pasien Covid-19 yang berjuang untuk bisa bernapas Virus corona: Perkembangan dari penyakit pernapasan ke serangan berbagai organ tubuh

Dua puluh tujuh lembaga di Inggris, termasuk universitas dan badan kesehatan masyarakat, serta 260 rumah sakit, terlibat dalam penelitian ini.

Penelitian hanya melihat apa yang terjadi setelah seseorang dirawat di rumah sakit, bukan apakah mereka lebih mungkin tertular virus.

Penelitan itu melihat hampir 35.000 pasien Covid-19 di 260 rumah sakit di Inggris, Skotlandia dan Wales hingga pertengahan Mei.

"Orang Asia Selatan jelas lebih mungkin meninggal akibat Covid-19 di rumah sakit, tetapi kami tidak melihat efek kuat pada kelompok kulit hitam," kata Profesor Ewen Harrison, dari University of Edinburgh, kepada BBC.

Baca Juga: Istilah Zona Hijau Corona Dikritik, Pakar: Sesat, Indonesia Itu Belum Aman

Orang-orang dari latar belakang Asia Selatan 20% lebih berisiko meninggal daripada orang kulit putih. Kelompok etnis minoritas lainnya tidak memiliki angka kematian yang lebih tinggi.

Studi yang merupakan penelitian terbesar dari tipe studi serupa di dunia, menunjukkan:

• 290 meninggal dari setiap 1.000 orang kulit putih yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk Covid-19

• 350 meninggal dari setiap 1.000 orang Asia Selatan yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk Covid-19

Studi ini juga mengungkapkan perbedaan besar dalam siapa yang membutuhkan perawatan di rumah sakit berdasarkan etnis.

"Populasi Asia Selatan di rumah sakit terlihat sangat berbeda dengan populasi kulit putih," kata Harrison.

Dia menambahkan: "Mereka rata-rata 12 tahun lebih muda, itu perbedaan besar, dan mereka cenderung tidak menderita demensia, obesitas atau penyakit paru-paru, tetapi tingkat diabetes yang sangat tinggi."

Sekitar 40% pasien Asia Selatan menderita diabetes tipe 1 atau tipe 2 dibandingkan dengan 25% kelompok kulit putih.

Diabetes memiliki efek ganda yaitu meningkatkan risiko infeksi dan merusak organ tubuh, yang dapat memengaruhi kemampuan untuk bertahan hidup dari infeksi virus corona.

Hal ini dianggap sebagai faktor utama dalam meningkatkan angka kematian pada orang-orang dari etnis Asia Selatan, tetapi gambaran lengkapnya belum terungkap.

Penjelasan lain dapat mencakup kemiskinan atau perbedaan kecil secara genetis yang meningkatkan risiko infeksi serius, kata para peneliti.

Temuan ini telah dipublikasikan secara online sebelum dipublikasikan secara resmi dalam jurnal medis.

Namun, hasilnya telah diberikan ke kelompok penasihat ilmiah pemerintah Inggris - Sage - lebih dari sebulan yang lalu.

Laporan itu mengatakan etnisitas sekarang mungkin perlu dipertimbangkan bersamaan dengan usia dan masalah kesehatan lainnya ketika memutuskan siapa yang mendapat vaksin jika tersedia.

Masalah yang sama muncul dalam memutuskan siapa yang harus dilindungi dan apakah beberapa orang memerlukan perlindungan ekstra di tempat kerja.

"Itu memang memiliki implikasi luas yang sulit untuk dihadapi," kata Harrison kepada BBC.

"Haruskah ada kebijakan berbeda bagi perawat Asia Selatan yang berada di garis depan dengan perawat kulit putih - itu yang benar-benar rumit."

Studi ini menunjukkan semua etnis minoritas memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk membutuhkan perawatan intensif daripada orang-orang keturunan kulit putih.

Sebagian dari alasannya adalah kemungkinan karena penyakit menjadi lebih parah. Namun, faktor lain adalah orang kulit putih lebih tua dan mengalami gejala yang lebih parah sehingga ventilasi dalam perawatan intensif mungkin bukan pilihan.

Namun, perbedaannya bukan tentang akses ke layanan kesehatan.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa semua etnis yang tiba di rumah sakit pada tahap yang sama saat menderita Covid-19 menunjukkan tidak ada penundaan antar etnis dalam mendapatkan bantuan.

Analisis sebelumnya oleh Kesehatan Masyarakat Inggris menunjukkan tingkat kematian orang-orang keturunan Bangladesh adalah dua kali lebih tinggi daripada orang kulit putih.

Sementara kelompok etnis kulit hitam, Asia dan minoritas lainnya memiliki risiko kematian antara 10% dan 50% lebih tinggi. Meskipun itu tidak memperhitungkan faktor-faktor lain seperti pekerjaan, masalah kesehatan dan obesitas.

Vitamin D dan penyakit jantung?

Sementara itu, penelitian dari Queen Mary University, London menyebutkan penderita penyakit jantung dan kadar vitamin D tidak menjelaskan peningkatan risiko virus corona pada orang kulit hitam, Asia, dan etnis minoritas.

Penderita gangguan jantung dan kadar vitamin D disebut sebagai satu penjelasan terkait risiko pada beberapa kelompok.

Para peneliti menggunakan data dari studi Biobank Inggris. Penelitian itu mengikuti sejumlah orang sepanjang hidup mereka, termasuk selama pandemi, dan memiliki informasi pribadi dan medis yang terperinci tentang orang yang ikut serta.

Penelitian itu tidak melihat kematian, melainkan siapa yang dites positif virus di rumah sakit.

Studi yang diterbitkan dalam Journal of Public Health, menunjukkan berat badan, kemiskinan, dan rumah yang ditempati banyak anggota keluarga berkontribusi pada peluang yang lebih tinggi untuk mengidap virus itu.

Peneliti Dokter Zahra Raisi-Estabragh dan Profesor Steffen Petersen mengatakan kepada BBC, "Meskipun beberapa faktor yang kami pelajari tampak penting, tidak ada yang secara memadai menjelaskan perbedaan etnis."

Bahkan setelah memperhitungkannya, orang-orang dari etnis minoritas masih 59% lebih mungkin untuk terkonfirmasi positif daripada mereka yang berlatar belakang kulit putih, dan alasannya masih belum diketahui.

Raisi-Estabragh dan Petersen menambahkan: "Ini adalah pertanyaan yang sangat penting dan sesatu yang perlu kita atasi segera.

"Ada berbagai kemungkinan penjelasan termasuk sosiologis, ekonomi, pekerjaan dan faktor biologis lainnya seperti kerentanan genetik yang berbeda yang perlu dipertimbangkan."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI