Suara.com - Banyak Warga Tolak Rapid Test, Wagub Banten: Mereka Takut Beban Psikis
Beberapa waktu lalu, ramai warga dan juga kyai di kota Serang menolak rapid test. Penolakan itu konon terjadi karena adanya ketakutan dan ketidakpercayaan terhadap rapid test.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, mengatakan dirinya telah mengecek ke masyarakat. Ternyata, masalah yang ada bukan karena ketidaktahuan soal rapid test, namun lebih pada beban psikis.
"Jadi mereka ini mengkhawatirkan apabila mereka positif nanti ada suatu beban psikis yang harus mereka hadapi, seperti terpisah dari keluarga, harus dikarantina, dan lain-lain," paparnya dalam Talkshow Online BNPB 'Kontroversi Rapid Test', Jumat (19/6/2020).
Baca Juga: Jogja Gencarkan Rapid Test Acak, Pekan Depan ke Kafe dan Restoran
Menurut Andika, pihaknya telah melakukan pendekatan personal, terutama dalam lingkup pondok pesantren dan berkoordinasi dengan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kota Serang untuk memberikan informasi yang lebih detail mengenai rapid test dan fungsinya untuk keselamatan masyarakat dari Covid-19.
"Alhamdulillah sekarang sudah tidak menolak, sudah diberikan pemahaman. Step by step mereka akan melakukan rapid test," lanjutnya.
Andika memaparkan bahwa dari total 12 juta masyarakat Banten, sudah disiapkan 1 persen rapid test atau kurang lebih 120 ribu.
Ditambahkan dalam kesempatan yang sama oleh Prof. Wiku Adisasmito, Ketua Tim Pakar Gugasnas Percepatan Penanganan Covid-19, masyarakat tidak perlu takut pada rapid test yang hanya berfungsi sebagai skrining atau penapis.
Rapid test hanya akan mengetes orang yang memiliki kontak erat dengan pengidap Covid-19, jadi tidak semua orang akan dites.
Baca Juga: Ada Rapid Test, Sidang Perdana Kasus Sunda Empire Tertunda 2 Jam Lebih
Apabila hasil rapid test negatif, maka 7-10 hari lagi harus diulang. Bila hasilnya positif, maka akan dipastikan lebih jauh lagi menggunakan PCR.