Suara.com - Sains membuktikan bahwa tidak semua orangtua yang positif HIV akan menularkan virus yang sama pada buah hatinya.
Terlebih bagi orangtua yang rutin mengonsumsi antiretroviral (ART) saat hamil, melahirkan dan menyusui setiap hari.
Lalu bagaimana gejala saat anak terinfeksi virus HIV yang dapat menyebabkan penyakit AIDS?
Dokter Spesialis Anak sekaligus Sekretaris Satgas HIV Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Endah Citraresmi, Sp. A(K) mengatakan karena HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, maka gejala anak yang terinfeksi HIV adalah anak mudah sakit dan berulang.
Baca Juga: Pasien Suspect Corona yang Berpenyakit HIV AIDS Pernah Berobat di Singapura
"Anak yang terinfeksi HIV berat badannya sulit naik, gizi buruk, biasanya alami infeksi berulang dan lama, pneumoni radang paru berulang, sering kena TBC, anak yang sakit gizi cenderung turun, maka HIV salah satu diagnosis yang harus diperiksa semua dokter," ungkap dr. Endah dalam diskusi di IDAI IG Live, Selasa (16/6/2020).
Sementara terinfeksi HIV AIDS kini tidak sama seperti dulu yang dianggap sebagai penyakit mematikan dengan harapan hidup kecil.
HIV telah masuk kategori penyakit kronis, di mana pasien harus mendapat obat ART untuk menekan jumlah patologi virus sehingga tidak bisa menyebar lebih jauh.
"Saat ini jadi penyakit kronis, kita bisa tekan kadar virus sehingga tidak ada lagi infeksi berat pada anak, kita punya anak tumbuh sehat seperti anak-anak lain, dengan syarat pengobatan diberikan terus menerus tidak terputus," paparnya.
Dr. Endah bercerita ia kerap memberikan pemahaman kepada para pasiennya untuk tidak takut minum obat seumur hidup, karena seperti penyakit kronis lainnya banyak anak yang sedari kecil harus meminum obat setiap hari.
Baca Juga: HIV/Aids Disebut Soulmate Penyakit TBC, Apa Maksudnya?
Jadi, tidak perlu sungkan begitu juga dengan HIV, yang penyintasnya disebut ODHA.
"Seperti anak lain, dengan catatan pengobatan berjalan baik, anak kondisi stabil tidak ada lagi infeksi asal pengobatan yang baik. Biasanya beberapa bulan setelah pengobatan anaknya udah nggak sakit-sakitan, jadi kulitas hidupnya sangat baik," paparnya.
"Nah, yang PR minum obat setiap hari. Kita bisa bandingin dengan anak penyakit lain, karena anak lain yang butuh obat terus menerus bukan hanya HIV banyak sekali anak-anak penyakit kronos lainnya yang harus minum obat setiap hari," lanjutnya.
Sementara itu obat yang diberikan pada anak pada dasarnya sama seperti ODHA dewasa, memang ada beberapa kententuan umur, dan kondisi si anak. Misalnya beberapa obat yang baru bisa diberikan setelah anak berusia 3 tahun.
"Atau sediaan obat pada dewasa itu kan tablet, kalau di anak itu ada sirup atau bubuk. Jadi intinya obatnya sama cuma penyajiannya mungkin yang berbeda," pungkasnya.