Suara.com - Dua penderita beta thalassemia dan satu penderita penyakit anemia sel sabit tidak lagi membutuhkan transfusi darah yang biasa digunakan untuk mengobati bentuk parah dari penyakit bawaan turunan ini. Hal itu karena sel punca sumsum tulang mereka telah disunting gen dengan CRISPR.
CRISPR adalah teknologi yang dapat digunakan untuk mengedit gen. Ini adalah cara untuk menemukan sedikit DNA di dalam sel.
Hasil uji coba yang sedang berlangsung, yaitu menggunakan CRISPR untuk mengobati kelainan genetik yang diturunkan, diumumkan pada Jumat (12/6/2020) kemarin melalui pertemuan virtual European Hematology Association (EHA) atau Asosiasi Hematologi Eropa.
"Hasil awal menunjukkan, pada dasarnya, penyembuhan fungsional untuk pasien dengan beta thalassemia dan penyakit anemia sel sabit," kata anggota tim Haydar Frangoul di Sarah Cannon Research Institute di Nashville, Tennessee, dikutip New Scientist.
Baca Juga: Mengenal Prosopagnosia, Penyakit Kebutaan Wajah yang Langka
Beta thalassemia dan anemia sel sabit adalah penyakit disebabkan oleh mutasi yang memengaruhi hemoglobin, protein yang membawa oksigen dalam sel darah merah. Penderita yang memiliki bentuk parah memerlukan transfusi darah secara teratur.
Namun, beberapa orang dengan mutasi penyebab penyakit ini tidak pernah menunjukkan gejala apa pun, karena mereka terus memproduksi hemoglobin F (fetal hemoglobin) di masa dewasa. Biasanya, hemoglobin F berhenti diproduksi setelah lahir.
Penemuan ini telah mengilhami pengembangan perawatan berdasarkan peningkatan hemoglobin F. Dalam uji coba ini, dijalankan oleh perusahaan yang bekerja sama dengan CRISPR Therapeutics dan Vertexs, sel-sel induk sumsum tulang dikeluarkan dari manusia dan gen yang mematikan produksi hemoglobin F dinonaktifkan dengan CRISPR.
Sel-sel sumsum tulang yang tersisa dibunuh dengan perawatan kemoterapi, kemudian digantikan oleh sel-sel yang diedit.
Ini dilakukan untuk memastikan sel-sel darah baru diproduksi oleh sel-sel induk yang diedit, tetapi kemoterapi dapat memiliki efek samping yang serius, termasuk infertilitas.
Baca Juga: Hati-Hati, Perut Kembung Bisa Jadi Tanda Penyakit Autoimun!
Dua pasien beta thalassemia tidak lagi membutuhkan transfusi darah sejak dirawat 15 dan 5 bulan lalu. Juga pasien dengan penyakit anemia sel sabit , 9 bulan setelah perawatan.
Hasilnya sangat bagus, kata Marina Cavazzana di Rumah Sakit Necker-Enfants Malades di Paris, Prancis, yang timnya telah merawat seorang bocah laki-laki berusia 13 tahun dengan penyakit anemia sel sabit menggunakan pendekatan berbeda.
Sementara tiga pasien memang menderita beberapa efek buruk karena kemoterapi, penyuntingan gen CRISPR tampaknya aman. Namun, pasien mungkin perlu dimonitor selama sisa hidup mereka untuk memastikan tidak ada efek samping, kata Cavazzana.