Cegah Campak dan Difteri, Imunisasi Wajib Dilakukan di Tengah Pandemi

Senin, 08 Juni 2020 | 14:36 WIB
Cegah Campak dan Difteri, Imunisasi Wajib Dilakukan di Tengah Pandemi
Dinas Kesehatan Banyuwangi bersama dengan UNICEF dan tim kesehatan FKM Unair Surabaya melakukan sweeping untuk imunisasi ORI difteri di pusat perbelanjaan dan pasar di Banyuwangi, Sabtu (22/12/2018). (Dok. Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pandemi virus Corona membuat orangtua bertanya-tanya, amankah melakukan imunisasi, termasuk imunisasi campak dan difteri?

Ketua Bidang Humas dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Pusat IDAI Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A (K) mengatakan, imunisasi tetap penting bagi anak untuk mencegah penyakit lain yang lebih berbahaya seperti campak dan difteri.

"Situasi pandemi sangat menghambat imunisasi. Banyak orangtua takut bawa anak ke puskesamas atau posyandu. Ini bisa meneyababkan double outbreak. Sudah kita hadapi pandemi ditambah lagi penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi contohnya campak," kata Hartono dalam virtual konferensi melalui kanal YouTube BNPB Indonesia, Senin (8/6/2020).

Menurut Hartono, penyakit campak lebih berbahaya dari Covid-19. Jika covid umumnya menularkan kepada dua hingga tiga orang, satu orang pasien campak bisa menularkan hingga 18 orang.

Baca Juga: Anak Demam Usai Imunisasi, Haruskah Langsung ke Dokter?

"Jadi dia lebih berbahaya dari covid. Kalau pasien covid ketika bersin atau batuk, dropletnya bisa menyebar hingga 2 meter, kalau campak bisa sampai 6 meter," ucapnya.

Demikian pula dengan penyakit difteri. Hartono menjelaskan bahwa anak yang terinfeksi difteri, saluran napasnya akan tertutup dengan selaput membran.
Kondisi itu menyebabkan anak tidak bisa bernapas sehingga saat tidur akan mendengkur.

Agar anak bisa bernapas baik, tindakan medis yang dilakukan harus dengan melubangi tenggorokannya.

Petugas Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat memberikan vaksin DPT (Difteri, Tetanus, dan Pertusis) ke Mahasiswa Universitas Tarumanegara (UNTAR) di Jakarta, Jumat (15/12).
Petugas Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat memberikan vaksin DPT (Difteri, Tetanus, dan Pertusis) ke Mahasiswa Universitas Tarumanegara (UNTAR) di Jakarta, Jumat (15/12). (Dok. Suara.com)

"Kalau selaput diangkat bisa berdarah, si anak bisa meninggal karena pendarahan. Oleh karena itu harus dilubangi lehernya," jelas Haryono.

Untuk mentralisir racun yang dikeluarkan oleh bakteri difteri harus menggunakan serum khusus. Sementara serum tersebut tidak dibuat di Indonesia.

Baca Juga: Virus Corona: Program Imunisasi Tersendat, 80 Juta Anak Berisiko Meninggal

"Diimport dari negara lain. Sebagian besar pabrik pembuat serum difteri sudah tutup karena penyakitnya sudah gak ada di negara pembuat serum. Gak laku dijual. Jadi jangan sampai anak kita tertular difteri atau campak," ucapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI