Suara.com - Aksi unjuk rasa anti-rasis di berbagai negara, terutama Amerika, hingga kini masih berjalan. Meski pandemi Covid-19 belum selesai, beberapa demonstran mengaku menghadapi risiko terpapar virus corona setimpal dengan apa yang mereka lakukan.
Inilah yang juga dirasakan oleh Jazondre Gibbs, seorang demonstran asal Washington, DC. Ia mengaku khawatir tentang risiko penularan virus corona, tetapi setelah berminggu-minggu menghabiskan waktu di dalam rumah, ia senang akhirnya memiliki hal penting yang dapat ia lakukan.
"Pandemi telah membuat kita merasa tidak berdaya. Kita tidak bisa mengontrol berapa banyak tes (Covid-19) yang ada dan berapa banyak orang memakai masker... tapi aku bisa mengendalikan berapa banyak waktu yang ingin aku habiskan untuk melakukan ini," jelas konsultan ilmu perilaku ini, dikutip CNN Internasional.
Pada sehari sebelum demo, Jumat (5/6/2020), Gibbs pergi ke toko kelontong untuk membeli perlengkapan pelindung diri, seperti hand sanitizer, botol air, tambahan masker, dan lainnya. Dia merasa tidak cukup berani antre bersama orang asing, tapi ini tidak membuatnya mundur.
Baca Juga: Penularan COVID-19 Belum Dipastikan, Sektor Pendidikan DIY Dibuka Terakhir
Demonstran lain yang juga merasakan hal sama seperti Gibbs adalah Sarah Foster. Wanita 36 tahun ini memberanikan diri ikut demo sambil menjaga diri dengan memakai masker dan menjaga jarak dari orang lain.
"Jelas, orang-orang sedikit lebih dekat dari jarak satu setengah meter yang direkomendasikan. Tapi aku pikir apa yang kami lakukan sangat penting," katanya.
Para ahli khawatir penyebaran virus corona di kalangan pengunjuk rasa
Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) Dr Robert Redfield menyarankan untuk mengetes pengunjuk rasa.
"Aku pikir ada potensi. Berdasarkan cara penyebaran penyakit, ada setiap alasan untuk memperkirakan kita akan melihat kluster baru kasus virus corona dan berpotensi memicu wabah baru," kata Redfield.
Baca Juga: Selain Pakai Masker, Begini Cara Cegah Penularan Corona Saat Hubungan Seks
Dia mengatakan risiko infeksi lebih tinggi di kota-kota besar di mana ada penularan yang signifikan.