Suara.com - Gas air mata memang telah dilarang dalam perang, tetapi sayangnya senjata itu masih digunakan untuk membubarkan aksi massa. Padahal gas air mata itu sendiri cukup berbahaya bagi kesehatan.
Dilasir dari Insider, para ahli mengatakan bahwa gas air mata harus menjadi senjata pilihan terakhir. Hal tersebut dikarenakan penggunaannya yang sangat sembarangan, memengaruhi semua orang di daerah demo termasuk individu yang tidak terlibat.
Gas air mata sebenarnya bukan gas, tetapi putih solid yang dapat menjadi aerosol bila dicampur dengan pelarut.
Ketika tercampur dengan air, keringat, dan minyak di kulit, bubuk itu larut menjadi cairan asam yang menyakitkan. Hal tersebut akan membuat kulit panas dan kelembapan kulit bisa membuatnya terasa lebih buruk. Jika gas air mata yang masuk ke mata dapat menyebabkan kebutaan sementara.
Baca Juga: Ini Tanda Umi Pipik Restui Hubungan Adiba Khanza dan Syakir Daulay?
Bubuk gas air mata yang masuk ke kulit terbuka juga bisa membuatnya merah dan terasa seperti terbakar.
"Itu juga pasti akan membuat orang batuk dan bersin, yang membuat orang banyak berdemo di tengah-tengah pandemi virus corona berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi," kata Dr. Dean Winslow, seorang dokter penyakit menular di Stanford Health Care.
"Saya tentu akan mencegah penegakan hukum menggunakan teknik-teknik pengendalian kerusuhan semacam itu," katanya.
Rohini Haar, seorang dokter darurat dan pakar senjata kendali kerumunan dari Physicians for Human Rights mengatakan, bahwa anak-anak, orang tua dan orang lain dengan kondisi pernapasan kronis dapat mengalami kesulitan bernapas jika terkena gas air mata.
Bagian paling berbahaya dari gas air mata adalah paket yang keluar dari dalamnya.
Baca Juga: Viral Kursi Bus jadi Kursi Gaming, PO Bus ini Gercep Tawarkan Kursi Bekas
"Tabung gas air mata, dalam penelitian kami bisa menyebabkan sebagian besar cacat permanen," kata Haar. "Terutama ketika mereka mengenai kepala atau leher, mata, dan tulang-tulang halus wajah."