LGBT Bukan Gangguan Jiwa, Homoseksual Sama Sehatnya dengan Heteroseksual

Selasa, 02 Juni 2020 | 14:06 WIB
LGBT Bukan Gangguan Jiwa, Homoseksual Sama Sehatnya dengan Heteroseksual
Ilustrasi LGBT. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ketika diminta untuk mengidentifikasi protokol Rorschach mana yang merupakan hasil dari homoseksual, para ahli tidak dapat membedakan orientasi seksual dalam tes psikologi itu.

Pakar ketiga menggunakan protokol TAT dan MAPS untuk mengevaluasi penyesuaian psikologis pria. Seperti halnya tanggapan pada tes Rorschach, peringkat penyesuaian homoseksual dan heteroseksual tidak berbeda secara signifikan.

Berdasarkan temuan ini, Dr. Hooker waktu itu menyarankan bahwa homoseksual sama normalnya secara psikologis dengan heteroseksual.

Penelitian Hooker adalah studi pertama yang secara empiris menangkis anggapan bahwa homoseksual secara mental tidak sehat dan kurang sehat.

Baca Juga: Siap Geser Barca, Lucas Vazquez Ingin Real Madrid Menangkan Laga Tersisa

Fakta bahwa tidak ada perbedaan yang ditemukan antara homoseksual dan heteroseksual, banyak penelitian lain yang menggali lebih dalam soal persamaan mental antara keduanya.

Ilustrasi kelompok LGBT di AS (Shutterstock).
Ilustrasi kelompok LGBT di AS (Shutterstock).

Setelah Hooker dan banyak peneliti lain, akhinya APA menghapus homoseksualitas sebagai Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) pada tahun 1973.

Pada tahun 1975, APA secara terbuka menyatakan bahwa homoseksualitas tidak menyiratkan gangguan dalam penilaian, keandalan, atau kemampuan sosial. Mereka juga menyarankan agar para profesional kesehatan mental harus memimpin dalam menghilangkan stigma terhadap kelompok homoseksual.

Melansir dari BBC, APA bahkan pernah menyurati Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) untuk mendorong perhimpunan tersebut mempertimbangkan ulang kebijakan bahwa homoseksualitas masuk dalam kategori masalah kejiwaan.

Mereka juga mengecam adanya terapi konversi untuk mengubah orientasi seksual yang masih banyak dipraktikkan. Menurut APA. Terapi konversi malah akan berisiko depresi, kecenderungan bunuh diri, kecemasan, mengurung diri, dan penurunan kemampuan akrab dengan orang lain.

Baca Juga: Masuki Fase Ketiga Pembatasan, Portugal Bolehkan Bioskop dan Teater Buka

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI