Kongo Hadapi Wabah Kedua Ebola di Tengah Campak dan Pandemi Corona

Selasa, 02 Juni 2020 | 11:11 WIB
Kongo Hadapi Wabah Kedua Ebola di Tengah Campak dan Pandemi Corona
Seorang pria di Kongo diberi vaksin anti Ebola oleh salah satu petugas medis. (AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para pejabat kesehatan telah mengkonfirmasi wabah Ebola kedua di Kongo datang di tengah pandemi corona Covid-19. Hal tersebut juga telah dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin (1/6/2020).

Dilansir dari Huffpost, WHO juga menambahkan, bahwa negara tersebut juga masih berjuang berjuang melawan Covid-19 dan wabah campak terbesar di dunia.

Kongo juga belum mengumumkan akhir resmi untuk Ebola di wilayah timurnya yang bermasalah. Sedikitnya 2.243 orang tewas sejak wabah Ebola mulai terjadi di sana pada Agustus 2018.

Ebola merupakan penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus. Infeksi virus ini dapat menyebabkan demam, diare, serta pendarahan di tubuh penderitanya.

Baca Juga: Tolak Protokol Pemakaman Covid-19, Warga Dobrak Kamar Jenazah di Manado

"Sekarang otoritas kesehatan Kongo telah mengidentifikasi enam kasus baru di utara dekat Mbandaka di provinsi Equateur, termasuk empat kematian," cuit direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di Twitter pada Senin (1/6/2020).

"Negara ini juga dalam fase akhir memerangi Ebola di DRC timur, Covid-19, dan wabah campak terbesar di dunia," tambahnya.

Ilustrasi pandemi ebola. (Shutterstock)
Ilustrasi pandemi ebola. (Shutterstock)

kondisi ini menjadi kedua kalinya Ebola melanda provinsi Equateur selama bertahun-tahun. Wabah 2018 di provinsi tersebut telah menewaskan 33 orang.

Pasien terakhir Ebola yang diketahui di Kongo dirilis pada pertengahan Mei tetapi negara itu sekarang dihadapkan lagi dengan virus tersebut.

Ebola di Kongo datang kembali ketika negara telah mengkonfirmasi 611 kasus Covid-19 dengan 20 kematian.

Baca Juga: Indonesia Batalkan Keberangkatan Ibadah Haji Tahun 2020

Sayangnya, seperti banyak negara Afrika lain Kongo melakukan pengujian yang sangat terbatas. Atas keadaan tersebut, pengamat khawatir jumlah korban sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI