Suara.com - Wacana sekolah dibuka saat tahun ajaran baru bulan Juli nanti telah digulirkan oleh pemerintah. Namun menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dan dilalui untuk bisa memutuskan kembali membuka sekolah dalam fase new normal.
Dipaparkan oleh DR. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K), konsultan respirologi anak dari Satgas Covid-19 IDAI, yang pertama dilakukan adalah mengevaluasi parameter epidemiologis.
"Kita harus meyakinkan bahwa parameter epidemiologis itu sudah aman untuk dilakukan pembukaan kembali sekolah. Saat ini menurut kita itu belum terjadi," tuturnya melalui sambungan telepon kepada Suara.com, Senin (1/6/2020).
Yang kedua, perlu kesiapan dari semua pihak, yakni pihak orangtua, pihak pengelola sekolah, dan tentu kesiapan anak itu sendiri. Tiap anak di sekolah berbeda ajarannya di tiap jenjang, oleh karena itu perlu kesiapan yang matang.
Baca Juga: Pandemi Covid-19, Minat Perusahaan Melakukan IPO Berkurang?
Ketiga adalah memberikan pembekalan atau hal-hal yang harus dikerjakan selama pembukaan sekolah baru pada sekolah yang akan buka nanti.
Misalnya bagaimana mengatur menjaga jarak, mengatur memastikan semua anak melakukan praktik cuci tangan yang betul, bagaimana sekolah memastikan anak tidak tereskspos cukup lama di sekolah.
Dr. Nastiti juga mencontohkan Korea Selatan, yang baru-baru ini juga membuka sekolah kembali, menerapkan physical distancing dengan masuk sekolah bergantian selama seminggu.
Ada juga kekhawatiran soal pengantaran anak, ada yang diantar dengan kendaraan pribadi dan ada juga yang berangkat menggunakan kendaraan umum, di mana hal tersebut meningkatkan risiko penularan.
Hal itu juga berlaku pada guru atau pegawai yang menggunakan transportasi umum seperti KRL di Jakarta.
Baca Juga: Menaker : Mari Jaga Semangat Kerja dan Kekeluargaan dalam Pandemi Covid-19
"KRL kan kalau sudah new normal barangkali sudah padat seperti dulu lagi. Juga faktor risiko jangan sampai guru itu tertular, kemudian membawa si virus kemudian berkontak dengan anak anak," lanjut Dr. Nastiti.
Kemudian orangtua juga harus mengedukasi anak dengan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan dan termasuk membawa bekal sendiri dari rumah. Dr. Nastiti menilai semua hal ini belum siap jika sekolah dibuka pada bulan Juli nanti.
Selain tahapan, ada juga persyaratan yang harus dipenuhi sebelum mewujudkan rencana pembukaan sekolah. Persyaratan tersebut berisi parameter atau indikator epidemiologis.
Seperti tren jumlah penambahan kasus yang terus menurun dan tren positivity rate dari jumlah spesimen yang diperiksa terus menurun.
Nilai reproduction rate juga perlu dipertimbangkan. Sayangnya, Indonesia masih termasuk yang paling rendah.
Oleh sebab itu, Dr. Nastiti mengingatkan untuk tetap berhati-hati menyebut bahwa reproduction rate Indonesia sudah rendah atau di bawah angka satu, padahal angka penambahan jumlah kasus terus berlangsung.
IDAI memantau bahwa tren penambahan kasus masih bergejolak dan belum ada tren penurunan yang konsisten. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa untuk bisa dikatakan menurun, tren harus konsisten selama tiga minggu berturut-turut.
Selama tiga minggu tersebut, positivity rate-nya juga harus berada di bawah 5 persen. Sementara Indonesia masih cukup tinggi, yakni berada pada 8 hingga 12 persen.
"Maka dari itu, kita tidak menyarankan membuka sekolah terlebih dahulu," tegas Dr. Nastiti.
IDAI baru-baru ini mengeluarkan anjuran terkait Kegiatan Belajar Mengajar dalam masa pandemi virus corona atau Covid-19 ini. Salah satunya adalah anjuran untuk tidak membuka sekolah sampai bulan Desember 2020 nanti.