Sementara di negara-negara tetangga, termasuk Cina, prevalensi prokok justru menurun.
"Hal itu karena Indonesia tidak mau tanda-tangan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Dan berkilah bahwa tanpa FCTC sekalipun, Indonesia mengendalikan konsumsi rokok dengan cukai, pendidikan kesehatan, kawasan tanpa rokok," uajr dia.
Namun, upaya Indonesia tersebut masih kalah jauh dibanding upaya industri rokok memasarkan rokok dengan harga yang masih murah.
Dengan fakta-faka ilmiah dari puluhan ribu riset menunjukkan bahwa asap rokok, baik perokok aktif maupun pasif membahayakan diri sendiri juga orang lain.
Baca Juga: Viral Warung Getok Harga Gurame Rp 1,3 Juta, Warganet: Sisiknya Emas Kali!
Selain itu merokok juga memperparah kondisi jika terinfeksi virus corona yang juga menyerang saluran pernapasan.
“Merokok meningkatkan reseptor ACE 2, yang juga reseptor virus corona penyebab Covid-19. Jadi perokok memiliki risiko kena Covid-19 yang lebih besar, bukan sebaliknya sebagaimana banyak informasi hoax yang beredar," ujar Dr. Feni Fitriani Sp.P(K), Ketua Pokja Masalah Rokok Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia hari ini, Hasbullah mengatakan bahwa Komnas Pengendalian Tembakau meminta semua keluarga untuk bebaskan anggota keluarga dari bahaya virus corona dengan berdiam di rumah yang terbebas dari asap rokok.
Jika terpaksa harus keluar rumah, selalu dianjurkan untuk memakai masker, jaga jarak dengan orang lain minimal dua meter, dan cuci anggota badan dengan sabun ketika kembali ke rumah.
"Pemerintah juga diharapkan lebih jelas menyampaikan kepada masyarakat bahwa salah satu pencegahan yang harus dilakukan adalah dengan berhenti atau setidaknya mengurangi merokok dan menyediakan panduan serta program pendampingan bagi masyarakat yang mau berhenti merokok demi melindungi mereka dari pandemi," tuturnya.
Baca Juga: Terungkap, Ini Penyebab Utama Anak Jadi Perokok Aktif