Suara.com - Jumlah perokok di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan.
Dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),dari 70 juta anak di Indonesia, 37 persen atau 25,9 juta anak diantaranya merokok.
Sebanyak 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan.
Di balik angka yang masih terbilang tinggi tersebut, iklan rokok melalui spanduk di warung-warung atau pun baliho di pinggir jalan dapat mudah ditemukan di ternyata jadi sebab munculnya perokok anak.
Baca Juga: Pangeran William dan Kate Laporkan Sebuah Media Inggris, Apa Sebab?
Meski iklan tersebut tidak menunjukan langsung orang yang sedang merokok, namun ternyata menjadi faktor eksternal utama yang menyebabkan anak-anak menjadi perokok aktif.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang mengungkapkan bahwa 74,2 anak-anak merokok disebabkan adanya plang atau iklan di toko yang menjual rokok.
Data itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (TCSC IAKMI).
"Berbagai penelitian membuktikan iklan promosi dan unsur rokok menimbulkan rasa ingin merokok, mendorong anak-anak untuk terus merokok bahkan mendorong anak yang sudah tidak merokok jadi merokok lagi. Untuk itu iklan promosi dan sponsor rokok dilarang keras didekatkan dari paparan anak," kata Bintang dalam Webinar perayaan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Minggu (31/5/2020).
Selain iklan, lanjutnya, acara olahraga (46,6 persen), logo merchandise (39,1 persen), acara musik (39 persen), sampel gratis (14,7 persen), harga diskon (12,3 persen), dan hadiah gratis (8,7 persen) juga jadi penyebab anak usia 10-18 tahun menjadi perokok aktif.
Baca Juga: Kelelawar atau Trenggiling, Mana yang Menularkan Covid-19 ke Manusia?
Diakui Bintang, Indonesia hingga saat ini masih mengalami berbagai permasalahan terkait rokok.
Salah satunya, harga rokok yang masih tergolong murah karena biaya cukai yang rendah.
Meski begitu pelarangan merokok, menurut Bintang, sangat dilematis sebab industri rokok sendiri memberikan pemasukan yang besar bagi keuangan negara.
"Pada 2016, Indonesia termasuk dalam 10 besar produsen juga pasar rokok terbesar di dunia," katanya.
Selain menjaga anak-anak agar tak menjadi perokok aktif, Bintang mengatakan mereka juga perlu dilindungi dari paparan asap rokok di lingkungannya. Sebab, menurutnya, penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia masih sangat rendah.
"Ini PR kita bersama tidak hanya mencegah anak jadi perokok pemula tapi juga bagaimana melindungi mereka dari paparan rokok," ucapnya.