Fenomena Perokok Anak, Kegagalan Pola Asuh atau Manipulasi Industri?

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Minggu, 31 Mei 2020 | 08:15 WIB
Fenomena Perokok Anak, Kegagalan Pola Asuh atau Manipulasi Industri?
Fenomena perokok anak di Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2020. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Anak Merokok karena Manipulasi Industri?

Berdasarkan perhitungan Cigarette Affordability Index (CAI) pada 2016, harga rokok di Indonesia 1,5 kali lebih terjangkau dibanding tahun 2002.

Harga rokok yang murah diduga menjadi penyebab meningkatnya prevalensi perokok termasuk angka perokok pemula dari kalangan anak-anak dan remaja.

Rokok juga telah membebani keluarga miskin, meningkatkan stunting, membebani pembangunan kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional, menghambat perbaikan kualitas sumber daya manusia dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Baca Juga: Cukai Rokok Naik, Kemenkes Harap Jumlah Perokok Anak dan Remaja Berkurang

Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak Indonesia, mengatakan peran industri rokok dalam peningkatan prevalensi perokok anak sangat besar. Menurutnya, industri rokok sangat gencar menyasar anak muda sebagai target pemasaran produknya dengan melakukan berbagai kegiatan manipulatif melalui iklan, promosi, sponsor, kegiatan CSR, informasi misleading dan produk-produk baru. Sementara di sisi lain peraturan dan perlindungan kepada anak dan remaja masih sangat lemah.

Sejumlah pelajar menggelar aksi #TolakJadiTarget iklan rokok di kawasan Silang Monas, Jakarta, Sabtu (25/2).
Sejumlah pelajar menggelar aksi #TolakJadiTarget iklan rokok di kawasan Silang Monas, Jakarta, Sabtu (25/2). (Dok. Suara.com)

"Industri rokok sangat berkepentingan terhadap anak muda untuk menjamin keberlangsungan bisnis mereka, karena mereka berpotensi menggantikan para perokok senior yang sudah meninggal atau berhenti merokok," kata Lisda.

Lisda mengatakan dalam mempromosikan rokok elektrik, industri rokok agresif menarik perokok pemula anak dan remaja dengan membuat variasi aneka rasa yakni manis, mint, dan buah-buahan.

Tidak jarang rokok elektrik diposisikan sebagai cara efektif untuk berhenti merokok, sehingga banyak anak muda memilih berpindah dari rokok tembakau kepada rokok elektrik dengan alasan lebih aman.

Untuk itu di Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2020 kali ini, Lisda meminta adanya inisiatif yang lebih besar dari pemerintah dan pihak-pihak terkait demi menuntaskan masalah perokok anak di Indonesia.

Baca Juga: Peningkatan Jumlah Perokok Anak Dinilai Bakal Jadi Bencana Demografi

"Kondisi ini tidak bisa terus menerus dibiarkan. Pemerintah harus hadir untuk melindungi anak muda dari target pemasaran rokok dengan membuat regulasi yang lebih kuat," tutup Lisda.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI