Fenomena Perokok Anak, Kegagalan Pola Asuh atau Manipulasi Industri?

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Minggu, 31 Mei 2020 | 08:15 WIB
Fenomena Perokok Anak, Kegagalan Pola Asuh atau Manipulasi Industri?
Fenomena perokok anak di Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2020. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Fenomena Perokok Anak, Kegagalan Pola Asuh atau Manipulasi Industri?

Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei menjadi momen tepat untuk meninjau kembali permasalahan perokok anak di Indonesia.

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang diterbitkan Kementerian Kesehatan, terdapat kenaikan angka prevalensi perokok anak (usia 10-18 tahun) dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1 persen pada tahun 2018, atau setara dengan 7,8 juta anak.

Padahal RPJMN (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional) menargetkan pada tahun 2019 prevalensi perokok anak harus turun menjadi 5,4 persen.

Baca Juga: Cukai Rokok Naik, Kemenkes Harap Jumlah Perokok Anak dan Remaja Berkurang

Bukan cuma pada rokok tembakau, angka perokok anak yang menggunakan rokok elektrik atau vape juga meningkat pesat.

Data Sirkesnas 2016 menyebut prevalensi pengguna rokok elektrik usia 10-18 tahun di Indonesia hanya 1,2 persen. Namun di Riskesdas 2018, jumlahnya naik drastis menjadi 10,9 persen.

Peran Orangtua dan Kegagalan Pola Asuh

Lalu, apa penyebab angka perokok anak terus saja meningkat? Mouhamad Bigwanto, SEATCA TIM Focal Point for Indonesia yang juga Ketua Pusat Kajian Kesehatan UHAMKA mengatakan, perilaku orang lain di sekitar anak sangat memengaruhi kecenderungannya untuk merokok.

Selain tekanan teman sebaya, peran orangtua dan keluarga inti dalam menyebabkan anak merokok juga sangat signifikan.

Baca Juga: Peningkatan Jumlah Perokok Anak Dinilai Bakal Jadi Bencana Demografi

Bahkan, studi yang diterbitkan tahun 2013 oleh Purdue University, Amerika Serikat, mengatakan bahwa pengaruh kebiasan merokok orangtua pada anak sangat besar.

Dalam studi yang melibatkan 214 partisipan, sekitar 29 persen anak akan mengikuti jejak orangtuanya untuk merokok, meskipun orangtua berhenti di kemudian hari.

Ilustrasi anak kecil merokok. [Shutterstock]
Ilustrasi perokok anak. [Shutterstock]

Dilansir dari laman Healthday, Mike Vuolo, peneliti utama studi tersebut, menjelaskan bahwa anak rentan mengikuti jejak perokok yang dilihatnya, baik itu orangtua, keluarga dekat, maupun saudara yang lebih tua.

"Terutama pada keluarga dengan perokok berat, anak-anak bisa mulai mencoba rokok mulai dari usia 11 tahun," ujarnya.

Hal senada juga pernah diungkapkan oleh psikolog Liza Djaprie. Kebiasaan orangtua yang dengan bebas merokok di depan anak atau menyuruh anak untuk membelikan rokok menjadi alasan 'melumrahkan' kegiatan merokok.

"Karena itu tanpa sadar, merupakan eksploitasi penanaman, cuci otak, bahwa orangtua merokok, artinya tidak apa-apa. Hal seperti itu yang harus diperangi," kata Liza, beberapa waktu lalu.

Namun, benarkah fenomena perokok anak hanya terjadi karena faktor orangtua dan pola asuh?

Selanjutnya: Anak Merokok karena Manipulasi Industri?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI