Suara.com - Kematian George Floyd pada Senin (24/5/2020) memicu reaksi protes dari warga kulit hitam di Amerika. Mereka secara serentak turun ke jalan menuntut Kepolisian Minneapolis, AS, untuk mengusut tuntas pembunuhan pria Afrika-Amerika tersebut.
Berdasarkan cuplikan video yang viral di media sosial, Floyd tewas saat dibekukan oleh polisi di pinggir jalan. Diduga Floyd tewas kehabisan napas.
Dalam video itu, dua polisi menjatuhkan tubuh Floyd ke tanah, kemudian salah satu petugas mengamankannya dengan menekan leher menggunakan satu lutut selama 8 menit.
"Aku tidak bisa bernapas! Tolong, tolong, aku tidak bisa bernapas. Aku tidak bisa bergerak. Semuanya (anggota tubuh) sakit. Tolong beri aku air atau sesuatu," ucap lelaki 46 tahun tersebut, memohon kepada petugas.
Baca Juga: Sakit Leher akibat Bekerja dari Rumah, Ahli Sarankan Atasi Pakai Kentang!
Insiden ini pun memicu kemarahan dan membangkitkan kembali pertanyaan tentang penggunaan kekuatan berlebihan saat menangkap pria kulit hitam.
Maria Haberfeld, mantan sersan Pasukan Pertahanan Israel mengatakan ia tidak pernah melihat teknik penangkapan seperti ini selama bertahun-tahun mempelajari, mengajar, dan menulis tentang penggunaan kekuatan oleh departemen kepolisian di AS dan luar negeri.
Haberfeld, yang telah secara ekstensif mempelajari modul pelatihan polisi di AS dan mengajarkan para petugas tentang etika penggunaan kekuatan, mengatakan ada beberapa teknik penglemahan sah oleh polisi yang melibatkan tekanan di sekitar leher.
"Tetapi semakin saya melihat video ini, dia menghancurkan leher Floyd. Sejauh yang saya tahu, itu bukan teknik pelatihan yang sah pada 2020 ini," katanya, dikutip dari Buzzfeed News.
Sementara itu, pihak Kepolisian Minneapolis (MPD) memberi wewenang kepada petugas untuk menggunakan dua jenis pengekangan leher sebagai 'opsi kekuatan yang tidak mematikan'.
Baca Juga: Nyeri Leher Bisa Jadi Tanda Komplikasi Virus Corona Covid-19, ini Sebabnya!
Ini didefinisikan sebagai mengompresi satu atau kedua sisi leher seseorang dengan lengan atau kaki, tanpa memberikan tekanan langsung ke trakea atau saluran napas (leher bagian depan).
Dalam daftar kebijakan MPD, pengekangan leher secara sadar atau menerapkan tekanan ringan hingga sedang, harus digunakan pada orang yang secara aktif memberontak.
Sedangkan pengekangan leher secara tidak sadar, yang dimaksudkan untuk membuat seseorang tidak sadar, dipakai pada tersangka yang menunjukkan agresi aktif, resistensi aktif, atau untuk tujuan menyelamatkan jiwa.
Kebijakan tersebut menyatakan pengekangan leher tidak boleh diterapkan terhadap subjek yang menolak secara pasif.
Dalam kasus ini, Floyd tampaknya sudah diborgol, dan tidak dianggap melakukan kekerasan atau ancaman. Ia juga tidak bersenjata.
Haberfeld menambahkan, insiden seperti Floyd ini memaparkan perlunya prosedur standar kepolisian berdasarkan penelitian ilmiah dan praktik terbaik.
"Kita melihat terlalu banyak insiden ini yang seharusnya tidak terjadi karena ada orang yang salah dalam profesi ini dan profesi ini tidak dapat membayarnya. Ini masalah hidup dan mati," tandasnya.