Suara.com - Ahli Epidemiologi: New Normal di Indonesia Prematur, Akan Banyak yang Gugur
Penerapan new normal yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia dianggap sebagai putusan yang berbahaya karena bisa menimbulkan banyak korban yang semakin berjatuhan akibat pandemi virus corona Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Ridwan Amiruddun, S. KM., PhD, Pakar Epidemiolog FKM Unhas dalan diskusi publik online, Kamis, (28/5/2020).
"Jadi ini new normal yang prematur, kalau kita lakukan ini pasti akan terjadi keguguran itu bisa berdampak pada hancurnya banyak korban, jatuhnya banyak korban, terutama anak sekolah kita, pada pengunjung mall, pengunjung pasar yang mereka belum bisa mempraktikan bagaimana social distancing di sekolah," ujar Prof. Ridwan Amiruddun.
Baca Juga: Kenali Jenis Gangguan Jiwa yang Bisa Muncul di Tengah Pandemi Covid-19
New Normal atau kenormalan baru yang prematur ini, menurut Prof. Ridwan, terjadi karena situasi kasus Covid-19 di Indonesia yang belum terkendali.
Mengingat kurva pergerakan temuan kasus yang masih menanjak dan mendekati puncak kasus dan bahkan belum melandai.
"Jadi implementasi new normal life adalah implementasi yang terlalu dini. Kalau mengacu di Jepang, 6 pekan setelah melandai kurvanya baru pelonggaran dilakukan. Ini Indonesia masih di puncak bahkan belum sampai puncak sudah implementasi jadi terlalu dini, prematur ini," terangnya.
Tidak hanya kasus yang belum terkendali, persiapan new normal juga terlalu mendadak. Belum ada yang bisa memastikan masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah yang diberi pemahaman bagaimana cara mencuci tangan, pshycal distancing, dan kepatuhan memakai masker itu dijalankan.
Ketidaksiapan itulah yang bisa memicu dan menimbulkan korban berjatuhan, karena pemerintah belum bisa memberikan jaminan keamanan kesehatan kepada masyarakatnya.
Baca Juga: Sambut Baik New Normal, Abraham Wenas Nilai PSBB Kurang Tegas
"Ini belum diajar, guru-guru kita belum diajar, tiba-tiba mau buka sekolah, mau dibuka, belum ada aturan belum dilatih bagaimana pemilik mall memberlakukan pengunjungnya," ungkap Prof. Ridwan menggebu-gebu.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Sulawesi Selatan juga mengungkap setidaknya ada 3 tahap pengendalian wabah penyakit di satu wilayah atau negera.
Fase pertama ialah menjamin keamanan publik dalam hal ini dari ancaman virus dan penyakit kesehatan.
Fase kedua, memperbaiki sektor ekonomi, dan fase ketiga memperbaiki reputasi negara di mata dunia dalam pengendalian wabah penyakit.
"Kalau kita menggunakan piramida tadi, bahwa selesaikan keamanan publik kesehatan pandemi dikendalikan, baru masuk ekonomi, baru memulihkan reputasi. Ini pemerintah masuk loncat ke tangga ke dua, sebelum masuk ke tangga satu," tutupnya.