Suara.com - China disebut telah mengembangkan vaksin Covid-19 potensial yang tampaknya aman dan mampu menghasilkan respon kekebalan setelah percobaan awal pada lebih dari 100 orang.
Vaksin yang dinamai Ad5-nCoV ini sedang dikembangkan oleh perusahaan China CanSino Biologics, dan merupakan salah satu vaksin virus Covid-19 pertama yang memasuki uji coba klinis pada manusia awal Maret.
Sekarang, ada lebih dari 100 vaksin virus corona berbeda dalam pengembangan di seluruh dunia, dengan setidaknya 8 di antaranya dalam proses uji coba terhadap manusia.
Ad5-nCoV mernggunakan versi virus flu biasa (adenovirus) yang dilemahkan. Virus ini akan menginfeksi sel manusia tetapi tidak akan menyebabkan penyakit. Vaksin akan mengirimkan fragmen materi genetik dari SARS-CoV-2.
Baca Juga: WHO: Amerika Episentrum Baru Pandemi COVID-19
Materi genetik ini memberikan instruksi untuk membuat lonjakan protein di permukaan SARS-CoV-2.
Idenya adalah bahwa sistem kekebalan tubuh seseorang akan menciptakan antibodi terhadap lonjakan protein dari virus, yang akan membantu melawan virus corona jika orang tersebut terinfeksi di lain waktu.
Dalam studi baru ini, yang terbit pada Jumat (22/5/2020) dalam jurnal The Lancet, para peneliti menguji Ad5-nCoV pada 108 orang sehat berusia 18 hingga 60 tahun yang belum terinfeksi Covid-19. Peserta menerima dosis vaksin rendah, menengah atau tinggi.
Dilansir dari Live Science, dua minggu setelah vaksinasi, peserta dalam ketiga kelompok menunjukkan beberapa tingkat tanggapan kekebalan terhadap virus.
Pada 28 hari, hampir semua peserta telah mengembangkan antibodi yang terikat pada SARS-CoV-2. Sekitar setengah dari mereka dalam kelompok dosis rendah, menengah dan tiga perempat peserta kelompok dosis tinggi mengembangkan 'antibodi penawar', yang mengikat dan menonaktifkan virus agar mereka tidak menginfeksi sel.
Baca Juga: Korban Meninggal Covid-19 Tembus 350.000 Orang, Amerika Serikat Terbanyak
Efek samping yang paling umum adalah nyeri ringan di tempat suntikan, demam ringan, kelelahan, sakit kepala dan nyeri otot, kata studi itu.