Suara.com - Belakangan ini, soal herd immunity untuk melawan Covid-19 marak dibahas di kalangan masyarakat Indonesia.
Bahkan ada pesan berantai yang menyebut-nyebut herd immunity akan diberlakukan apabila Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak berhasil dilakukan.
Akan tetapi, hal ini dibantah oleh Ketua Satgas Kewaspadaan dan Kesiagaan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Dr. Zubairi Djoerban.
"Saya tidak tahu benar atau tidaknya. Saya tidak bisa bilang apakah Indonesia mau (herd immunity) atau enggak. Rasanya sih tidak. Sepanjang pengetahuan saya, tidak akan dilakukan herd immunity," katanya dalam sambungan telepon kepada Suara.com, Senin (25/5/2020).
Baca Juga: 5 Fakta Herd Immunity untuk Penanganan Virus Corona Covid-19
Ia kemudian mencontohkan Swedia, sebagai satu-satunya negara yang menerapkan herd immunity, walaupun tidak 100 persen lantaran masih banyaknya sekolah-sekolah yang ditutup.
Dilansir CNN, hanya 7,3 persen masyarakat Stockholm, ibukota Swedia, yang memiliki antibodi yang dibutuhkan untuk mencegah penularan Covid-19.
Padahal, menurut Zubairi, dalam herd immunity, agar penularan penyakit berhenti, diperlukan sekitar 70-90 persen masyarakat yang memiliki antibodi atau kekebalan.
"Buat Swedia, itu masih jauh banget. Kalaupun (Indonesia) ada pemikiran ke arah sana, jangan tiru-tiru Swedia," tegasnya.
Akibat dari herd immunity yang 'tanggung' tersebut, data Johns Hopkins University menunjukkan bahwa jumlah kematian di Swedia per kapita lebih tinggi dari Amerika Serikat, negara dengan jumlah kasus positif dan kematian akibat Covid-19 terbesar di dunia.
Baca Juga: Jokowi Mau Berdamai dengan Corona, Ikuti Sukses Herd Immunity Ala Swedia?
Dalam data yang dilansir oleh Business Insider tersebut, Swedia dengan angka 38 per 100.000 penduduk lebih tinggi ketimbang AS yang berada pada angka 29 per 100.000 penduduk.