Kasus Sarah Keihl, Mitos Keperawanan dan Cermin Objektifikasi Perempuan

Kamis, 21 Mei 2020 | 16:28 WIB
Kasus Sarah Keihl, Mitos Keperawanan dan Cermin Objektifikasi Perempuan
Sarah Salsabila Keihl [Instagram/@sarahkeihl]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Wanita yang bukan perawan sering harus melakukan trik rumit yang mempertaruhkan hidup dan kesehatan mereka untuk menjadi perawan (terutama untuk pria). Ini mengarah pada standar ganda seksual di mana perempuan bertanggung jawab penuh untuk menjaga semacam kemurnian. Sementara laki-laki tidak," tulis sosiolog, Meredith Nash dosen di Universitas Tasmania.

Wanita diajari sejak usia dini bahwa keperawanan mereka sangat berharga, bahwa kesucian itu penting dan bahwa seks pranikah itu memalukan.

"Terlepas dari apa yang dikatakan budaya kepada kita, keperawanan seperti itu tidak ada. Kita tidak bisa melihatnya atau menyentuhnya. Itu tidak memberi kita keuntungan fisik atau evolusi apa pun," tulis Nash di The Conversation.

"Keperawanan adalah keadaan psikologis, suatu masalah yang begitu mengakar dalam ketidaksetaraan seksual dan gender," tambahnya.

Baca Juga: Angkanya Makin Melejit! Kasus Covid-19 RI Kini Tembus 20.162 Orang

Soal keperawanan, Carpenter menyatakan adanya potensi ketimpangan jender yang nyata.

"Perbedaan jender sangat mencolok perempuan diajarkan untuk melihat keperawanan sebagai hadiah istimewa dan laki-laki sebagai stigma mengerikan," jelas Dr. Carpenter.

Ada banyak yang bisa diperoleh dari membongkar konsep keperawanan, tetapi seperti yang ditahui, penting untuk melihat keperawanan bagi budaya dan agama bagi banyak orang.

Misalnya, keperawanan pranikah dinilai dalam agama Hindu, Kristen, Islam, dan banyak agama lainnya.

Shakira Hussein dari Pusat Nasional untuk Keunggulan dalam studi Islam mengatakan itu tergantung pada pilihan, sesuatu yang harus dimiliki semua pria dan wanita atas tubuh mereka sendiri.

Baca Juga: Diamankan Polisi, Ririn Ekawati: Kayak Mimpi Nggak Bangun-bangun

"Mungkin ada pola pikir positif-seks yang masih percaya membatasi seks dalam pernikahan," katanya pada ABC News.

Namun ia kemudian menambahkan, jika ada tuntutan tidak melakukan seks sebelum menikah untuk perempuan maka laki-laki pun seharusnya melakukan hal sama. Ia juga menekankan, untuk menghentikan praktik tes keperawanan yang sama sekali tidak ilmiah dan bisa berbahaya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI