Suara.com - Gagasan tentang keperawanan tertanam kuat dalam agama dan dipengaruhi oleh berbagai konstruksi sosial budaya yang melintas dalam kehidupan masyarakat selama berabad-abad.
Keperawanan yang dianggap layaknya cawan suci dalam masyarakat membuat banyaknya praktik yang sebenarnya tak perlu. Sebagai contoh, tes keperawanan yang dibebankan pada perempuan sebagai parameter moral, hingga operasi membuatan selaput dara.
Terbaru adalah lelang keperawanan yang dilakukan oleh selebgram Sarah Keihl. Keperawanan dihargai tinggi, bahkan angka yang ia bandrol tetap dianggap tidak pantas membayar keperawanan.
Dilansir dari ABC News, menurut Laura Carpenter, peneliti sosiologi dan penulis Virginity Lost: An Intimate Portrait of First Sexual Experiences menyatakan, bahwa menempatkan keperawanan seperti itu akan merugikan bagi perempuan itu sendiri.
Baca Juga: Angkanya Makin Melejit! Kasus Covid-19 RI Kini Tembus 20.162 Orang
"Memperlakukan keperawanan sebagai hadiah memungkinkan masyarakat mengobjektifikasi perempuan. Keperawanan dianggap sebagai ritus perjalanan untuk mempermalukan perempuan," kata Carpeter pada ABC News.
Mengobjektivikasi perempuan melalui pensucian selaput dara membuat perempuan sebagai objek seksual, alih-alih penikmat seks layaknya laki-laki.
Secara umum, keperawanan dikaitkan dengan pengalaman seksual ditandai dengan utuhnya selaput dara.
Melansir dari Medical News Today, bertentangan dengan kepercayaan umum, selaput dara tidak sepenuhnya menutupi lubang vagina. Jika itu terjadi, wanita tidak akan bisa menstruasi atau mengalami keputihan.
Jaringan selaput dara mengering seiring waktu dan pembukaan melebar akibat penggunaan olahraga atau tampon.
Baca Juga: Diamankan Polisi, Ririn Ekawati: Kayak Mimpi Nggak Bangun-bangun
Selaput dara muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran, beberapa wanita bahkan dilahirkan tanpa selaput dara. Hadirnya selaput dara pun tidak memberikan fungsi biologis yang signifikan.
Artinya, selaput dara tentu tidak bisa menjadi parameter untuk menentukan seorang perempuan pernah melakukan seks penetrasi dengan penis atau tidak.
Selain itu, hubungan hilangnya keperawanan dengan tindakan seksual vaginal penetratif bermasalah karena membuat seks heteroseksual menjadi standar. Ini menjadikan heteronormativitas atau penormalan seksualitas hanya bertumpu pada hubungan heteroseksual.