Peneliti Kembali Temukan Bukti Virus Corona dari Kelelawar, tapi...

Selasa, 19 Mei 2020 | 09:30 WIB
Peneliti Kembali Temukan Bukti Virus Corona dari Kelelawar, tapi...
Kelelawar (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejak virus corona baru diidentifikasi peneliti pada manusia, peneliti langsung menduga penularan ini berasal dari hewan, atau zoonosis. Seperti pada krisis SARS serta Ebola.

Nampaknya, hal ini mulai terjawab. Sebelumnya, studi pada Februari menemukan bahwa virus corona baru berbagi 96% dari kode genetiknya dengan virus corona yang disebut RaTG13 dari kelelawar di China.

Kali ini, sebuah studi dalam jurnal Current Biology menggambarkan virus corona yang sebelumnya tidak dikenal dan bernama RmYN02, memiliki kemiripan 97,1% dengan SARS-CoV-2. Virus ini ditemukan pada kelelawar di provinsi Yunnan, China, antara Mei dan Oktober 2019.

Meski terdapat kecocokan, tidak satu pun dari virus ini merupakan nenek moyang langsung dari virus corona, membuat pertanyaan tentang di mana dan kapan wabah dimulai memunculkan sejumlah teori yang tidak berdasar.

Baca Juga: Peneliti: Kelelawar dan Virus Corona Sudah Terkait Selama Jutaan Tahun

"Sejak ditemukannya SARS-CoV-2, ada sejumlah tuduhan yang tidak berdasar bahwa virus tersebut berasal dari laboratorium," kata Weifeng Shi, penulis utama studi ini.

Dilansir dari Business Insider, Shi menambahkan bahwa penemuan RmYN02 justru semakin memberikan bukti kuat terhadap konspirasi tersebut.

Ilustrasi kelelawar. [Kelelawar].
Ilustrasi kelelawar. [Kelelawar].

Meski bukan tidak mungkin sampel yang disimpan dari virus corona pada kelelawar bocor dari laboratorium, jauh lebih mungkin sampel ini 'melompat' secara alami dari kelelawar ke spesies perantara sebelum menulari manusia.

Pakar penyakit menular telah memperingatkan tentang potensi kejadian 'limpahan' semacam ini selama bertahun-tahun, tambah Shi.

Jutaan orang terpapar virus zoonosis setiap tahun

Baca Juga: Ditemukan Spesies Baru Kelelawar, Sepupu Jauh Penyebab Covid-19

Peter Daszak, presiden EcoHealth Alliance, mengatakan rekan-rekannya telah menemukan satu hingga tujuh juta orang yang terpapar virus zoonosis di Asia Tenggara setiap tahun.

"Itu jalannya. Sangat jelas bagi kita semua yang bekerja di lapangan," katanya.

Hati dari beberapa Kelelawar yang dijadikan satu untuk diolah menjadi makanan di 'Warong Nyong', Jakarta Barat, Sabtu (08/02).[Suara.com/Alfian Winanto]
Hati dari beberapa Kelelawar yang dijadikan satu untuk diolah menjadi makanan di 'Warong Nyong', Jakarta Barat, Sabtu (08/02).[Suara.com/Alfian Winanto]

Dennis Carroll, mantan direktur divisi ancaman AS AID, pada Maret, mengatakan bahwa penelitian dari EcoHealth Alliance menunjukkan peningkatan kejadian spillover atau 'limpahan' dua hingga tiga kali lebih banyak dari yang dilihat 40 tahun sebelumnya. Akibat dari pertumbuhan populasi manusia dan cara kita melanggar batas wilayah liar.

"Satu-satunya prediktor terbesar dari kejadian limpahan adalah perubahan penggunaan lahan, lebih banyak lahan digunakan untuk pertanian dan lebih khusus untuk produksi ternak," kata Carroll.

"Apa pun ancaman di masa depan yang akan kita hadapi sudah ada, mereka saat ini beredar di alam liar," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI