China Diprediksi Akan Alami Gelombang Kedua Covid-19, Ini Sebabnya

Minggu, 17 Mei 2020 | 16:37 WIB
China Diprediksi Akan Alami Gelombang Kedua Covid-19, Ini Sebabnya
Petugas mengenakan APD dan masker melakukan inspeksi di sebuah kota di China. [BBC]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - China Diprediksi Akan Alami Gelombang Kedua Covid-19, Ini Sebabnya

China diprediksi masih akan menghadapi tantangan besar dari potensi gelombang kedua Covid-19. Otoritas kesehatan China telah memperingatkan bahwa kurangnya kekebalan tubuh masyarakat harus menjadi perhatian serius meski pengembangan vaksin virus corona terus dilakukan.

Meski jumlah kasus Covid-19 sempat mereda sejak maret 2020, Penasihat medis senior pemerintah Cina Zhong Nanshan mengatakan, sebaiknya pemerintah China jangan dulu berpuas diri.

Sekolah di China yang dibuka kembali setelah kasus Covid-19 menurun. [AFP/Greg Baker]
Sekolah di China yang dibuka kembali setelah kasus Covid-19 menurun. [AFP/Greg Baker]

Sebab masih ada bahaya gelombang kedua infeksi virus corona yang besar. Menurut Zhong, kelompok-kelompok baru kasus virus corona telah muncul di seluruh wilayah China dalam beberapa pekan terakhir, baik di Wuhan serta provinsi timur laut Heilongjiang dan Jilin .

Baca Juga: Isu Daging Oplosan, Ini Cara Bedakan Daging Sapi dan Babi Agar Tak Tertipu

"Mayoritas orang China saat ini masih rentan terhadap infeksi Covid-19, karena kurangnya kekebalan. Kami menghadapi tantangan besar, itu tidak lebih baik daripada negara-negara asing yang saya pikir saat ini," kata zhong dikutip dari CNN.

Zhong dikenal sebagai "pahlawan SARS" di China karena memerangi epidemi sindrom pernapasan akut yang parah pada tahun 2003. Kali ini, ia tengah memimpin penanganan kasus virus corona di negara itu.

Zhong sempat mengunjungi Wuhan pada 18 Januari untuk melakukan penyelidikan tentang virus corona.

Setelah kedatangannya, dia menerima banyak telepon dari dokter dan mantan mahasiswanya dan memperingatkan bahwa situasi yang terjadi saat itu jauh lebih buruk daripada yang dilaporan pihak pemerintah.

"Pemerintah setempat, mereka tidak suka mengatakan yang sebenarnya pada waktu itu. Pada awalnya mereka diam dan kemudian saya berkata mungkin kita memiliki (lebih banyak) orang yang terinfeksi," kata Zhong.

Baca Juga: Sambut Lebaran, Cara Membuat Kue Putri Salju yang Selalu Jadi Favorit

Namun setelah pemerintah pusat mengambil kendali atas penanganan virus corona pada akhir Januari, Zhong menolak tuduhan kalau statistik resmi China tidak dapat diandalkan.

Pernyataan Zhong membantah tuduhan Presiden AS Donald Trump yang mempertanyakan akurasi angka kematian China yang hanya berkisar 4.633 orang. Sementara angka kematian di AS akibat virus korona telah melampaui 87.000 orang.

Zhong mengatakan bahwa pemerintah China telah belajar dari epidemi SARS 17 tahun yang lalu. Kali ini, katanya, pemerintah pusat yelah memerintahkan agar semua pimpinan daerah dan departemen pemerintah harus melaporkan jumlah akurat penyakit penyakit Covid-19.

"Jika Anda tidak melakukan itu, Anda akan dihukum. Jadi sejak 23 Januari, saya pikir semua data akan benar," katanya.

Lantaran ribuan kasus virus corona masih dilaporkan dari seluruh dunia setiap harinya, para peneliti berusaha keras untuk mengembangkan vaksin.

Tiga perusahaan AS sudah menguji vaksin mereka pada manusia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia. Mereka masih dalam uji coba fase 1 atau fase 2 yang biasanya melibatkan pemberian vaksin kepada puluhan atau ratusan subjek penelitian.

Zhong mengatakan tiga vaksin Cina sedang dalam uji klinis di negara itu. Namun kemungkinan akan masih membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bisa sempurna digunakan kepada manusia.

"Kita harus menguji lagi dan lagi dengan menggunakan berbagai jenis vaksin. Masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan apa pun jenis vaksin yang tersedia untuk virus corona. Itu sebabnya saya menyarankan agar persetujuan akhir dari vaksin (akan) memakan waktu lebih lama," ucap Zhong.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI