Suara.com - Perusahaan farmasi AS telah menandatangani perjanjian dengan pembuat obat di Asia Selatan untuk memperluas pasokan obat remdesivir, obat yang dipercaya bisa menyembuhkan Covid-19.
Perjanjian antara Gilead dan lima perusahaan farmasi generik di India dan Pakistan akan membantu membuat obat untuk 127 negara.
Remdesivir dinilai dapat memotong lamanya gejala dari 15 hari menjadi 11 hari salam sebuah uji klinis di rumah sakit di seluruh dunia. Antivirus ini awalnya dikembangkan untuk mengobati Ebola.
Dilansir BBC, remdesivir bekerja dengan menyerang enzim yag dibutuhkan virus untuk bereplikasi dalam sel tubuh kita.
Baca Juga: Kabar Baik! Ilmuwan Indonesia Bentuk Tim Riset Herbal untuk Obat Covid-19
Di bawah perjanjian lisensi, kelima perusahaan tersebut memiliki hak untuk menerima transfer teknologi dari proses manufaktur Gilead dalam pembuatan remdesivir untuk memungkinkan mereka meningkatkan produksi secara cepat.
Lisensi akan bebas dari royalti sampai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan berakhirnya darurat kesehatan masyarakat akibat virus corona ini, atau sampai produk farmasi atau vaksin lain disetujui untuk mengobati atau mencegah Covid-19, kata pernyataan dari Gilead.
Perjanjian tersebut memungkinkan Cipla Limited, Laboratorium Ferozsons, Hetero Labs Ltd, Jubilant Lifesciences dan Mylan untuk memproduksi obat.
Direktur pelaksana Hetero Labs yang berbasis di Hyderabad mengatakan, masih terlalu dini untuk menentukan harga obat dan kapan pembuatannya akan dimulai.
"Segala sesuatunya akan lebih jelas pada Juni. Kami mengantisipasi penggunaan obat secara terkontrol melalui lembaga pemerintah. Tujuan utama kami adalah India harus mandiri dalam (pembuatan) obat itu jika India memilih untuk menggunakannya," kata Vamsi Krishna Bandi.
Baca Juga: WHO Peringatkan Penggunaan Obat Covid-19 yang Belum Teruji di Afrika
Sains medis India dan otoritas pengontrol obat harus terlebih dahulu memutuskan bagaimana mereka ingin menggunakan obat ini pada pasien.
Seorang ilmuwan senior di Dewan Penelitian Medis India (ICMR) mengatakan mereka akan mempertimbangkan untuk menggunakan obat itu jika perusahaan India mampu membuatnya.
"Data awal berdasarkan studi pengamatan menunjukkan bahwa obat ini efektif. Kami akan menunggu hasil dari uji coba solidaritas WHO dan juga melihat apakah beberapa perusahaan lain dapat membuatnya untuk melangkah lebih jauh," kata Raman Gangakhedkar.
Percobaan klinis remdesivir dijalankan oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases AS (NIAID), di mana melibatkan 1.063 orang. Beberapa pasien diberi remdesivir, sedangkan yang lain menerima plasebo.
"Data menunjukkan remdesivir memiliki dampak positif yang jelas dan signifikan dalam mengurangi waktu pemulihan," kata Dr Anthony Fauci, direktur NIAID.
Dia mengatakan obat ini berhasil memblokir virus. Namun, dampaknya pada kematian tidak begitu jelas.
Tingkat kematian adalah 8% pada orang yang diberi remdesivir dan 11,6% pada mereka yang diberi plasebo, tetapi hasil ini tidak signifikan secara statistik, artinya para ilmuwan tidak dapat mengetahui apakah perbedaan itu nyata.
Lebih dari ini, sebenarnya masih ada pertanyaan lain mengenai obat ini. Seperti apakah remdesivir dapat mencegah Covid-19 menjadi parah? Atau, pada kelompok apa obat ini akan bekerja lebih baik?