Suara.com - Pandemi Covid-19 Bisa Jadi Momentum Kebangkitan Industri Farmasi Nasional?
Pandemi virus Covid-19 yang begitu masif telah memaksa kesigapan semua negara, termasuk dalam hal ketersediaan obat-obatan.
Terkait dengan hal ini, ketahanan industri farmasi nasional dianggap menjadi salah satu pilar penting pembangunan kesehatan nasional.
Di Indonesia, rantai suplai industri farmasi masih dianggap bermasalah. Besarnya ketergantungan industri farmasi akan impor bahan baku obat dan alat kesehatan menjadi sorotan di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Baca Juga: Titi Kamal Mewek Dengar Cerita Kasus Ikan Asin Langsung dari Fairuz A Rafiq
Pietradewi Hartrianti, Faculty Member dari Departement Farmasi Institute for Life Science (i3L) menjelaskan, hingga saat ini Indonesia masih tergantung impor bahan baku farmasi dari China dan India.
Ketergantungan yang tinggi itu, pada akhirnya, membuat daya saing obat nasional tergerus karena lemahnya posisi tawar terhadap importir.
Di Indonesia sendiri, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Kimia Farma (Persero) Tbk telah berupaya memproduksi bahan baku obat (BBO) sejak 2016 melalui anak usahanya PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP).
Meski demikian, usaha tersebut masih dalam skala relatif kecil.
"Fasilitas itu hanya terbatas pada delapan bahan baku obat tetapi bahan baku obat tersebut tidak berhubungan dengan penangggulangan atau terapi Covid-19," ujar Pietradewi dalam keterangan resminya.
Baca Juga: Ombudsman RI Terima 387 Aduan Minimnya Pelayanan Publik Selama Corona
Pietradewi menjelaskan belum ada langkah antisipasi yang dapat dilaksanakan apabila produk bahan baku tersebut terhenti. Selain itu, penggantian bahan baku memerlukan proses pelaporan registrasi ulang kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga sulit untuk mengganti produsen bahan baku obat.
"Biasanya industri farmasi memiliki beberapa supplier bahan baku dari negara berbeda yang disertakan bersamaan pada saat registrasi, akan tetapi apabila jalur masuk produk impor ditutup, maka produksi obat akan terancam," katanya.
Pietradewi menambahkan sejatinya BUMN lain seperti PT Bio Farma (Persero) memiliki kapasitas untuk memproduksi vaksin. Tetapi bahan baku untuk memproduksi vaksin juga masih ada yang bergantung pada bahan baku impor.
"Permasalahan bukan hanya pada kapasitas Indonesia untuk memproduksi bahan baku farmasi, akan tetapi kapasitas pengadaan bahan baku kimia atau biologis untuk proses sintesis dan juga purifikasi pada saat produksi bahan baku yang masih banyak yang bergantung pada impor," pungkasnya.
Jadi Momentum Kebangkitan Industri Farmasi Nasional
Wabah virus corona Covid-19 yang melanda diseluruh negara di dunia dianggap dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk membangkitkan dan memperkuat industri kesehatan nasional. Sekaligus melepas dari ketergantungan impor produk kesehatan.
Leonny Yulita Hartiadi, Ketua Program Studi Sarjana Farmasi Indonesia International Institute for Life Science (i3L) menjelaskan pada saat virus Covid-19 masuk ke Indonesia, terjadi kelangkaan barang yang penting untuk pencegahan virus. Seperti hand sanitizer, alkohol, masker, alat pelindung diri, suplemen dan multivitamin.
Namun dengan seiring bertambahnya waktu, farmasi di Indonesia mulai beradaptasi terhadap tantangan-tantangan yang muncul akibat munculnya pandemi Covid-19.
"Pemerintah memberi kelonggaran dalam memberi izin impor bahan baku obat-obatan dan alat kesehatan. Selain itu, izin perusahaan alat kesehatan juga dipercepat. Dukungan dari pemerintah ini berperan dalam memenuhi kebutuhan obat-obatan dan alat medis di Indonesia" kata Leonny dalam keterangan resmi yang diterima Suara.com, Rabu (13/5/2020).
Kedepannya, Leonny berharap pemerintah dapat memproduksi alat kesehatan guna penangangan Covid-19.
Baik industri bahan baku obat, farmasi, alat perlindungan diri (APD), masker dan industri ventilator. Hal ini sesuai amanat Presiden Joko Widodo yang sebelumnya pernah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 untuk mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.