Suara.com - Sekelompok tim dokter telah menerbitkan artikel korespondensi di American Journal of Respiratory Cell and Molecular Biology. Mereka memperingatkan bahwa metode baru untuk mengobati Covid-19 mungkin lebih berbahaya daripada sebaliknya.
Tim, dari Divisi Kedokteran Paru-Paru dan Perawatan Kritis, Departemen Kedokteran di Northwestern University Feinberg School of Medicine, Chicago, berpendapat bahwa dokter harus mengandalkan praktik perawatan intensif berbasis percobaan dan teruji daripada terapi baru.
Melansir Medical News Today, mereka telah mengamati peningkatan dalam penggunaan terapi dan perawatan yang belum diuji dan beberapa bahkan tidak memiliki bukti atau alasan untuk efektivitasnya.
Penulis mencatat, Covid-19 sebenarnya tidak benar-benar sesuai dengan beberapa definisi dari Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), seperti pneumonia yang disebabkan virus. Tetapi, Covid-19 telah disebut sebagai varian ARDS.
Baca Juga: Psikolog Sebut Wabah Covid-19 Tingkatkan Risiko PTSD selama di Rumah Aja!
Anggapan ini mendorong beberapa dokter untuk menggunakan terapi baru alih-alih perawatan ARDS standar ketika mengobati Covid-19.
Jadi, penulis percaya ini adalah kesalahan. Mereka mengingatkan bahwa ARDS adalah sindrom, yang artinya heterogen, sehingga dapat muncul dalam beragam cara.
Peneliti setuju bahwa terapi ARDS standar efektif, bahkan ketika digunakan pada pasien Covid-19 yang mengalami berbagai gejala langka.
Terapi baru dapat menyebabkan masalah
Meski terapi baru mungkin masuk akal secara biologis, kata peneliti, ini bukan alasan yang cukup baik untuk menerapkannya dalam konteks klinis.
Baca Juga: Perempuan Tertua di Spanyol Berhasil Menaklukkan Covid-19 di Usia 113 Tahun
Namun, penulis menekankan bahwa studi ini tidak berarti dokter tidak boleh menggunakan metode terapi baru untuk Covid-19. Tetapi ada hal yang harus diperhatikan, yaitu penggunaan rutin terapi baru tersebut, terutama yang belum menghasilkan hasil yang meyakinkan dalam uji cobanya.