Kisah Pasien OCD, 20 Tahun Lebih Bersiap Hadapi Pandemi Seperti Sekarang

Senin, 11 Mei 2020 | 16:45 WIB
Kisah Pasien OCD, 20 Tahun Lebih Bersiap Hadapi Pandemi Seperti Sekarang
Obsessive Compulsive Disorder (OCD), masalah kejiwaan yang muncul di video games Picturesque. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kisah Pasien OCD, 20 Tahun Lebih Bersiap Hadapi Pandemi Seperti Sekarang

Hidup dengan fobia kuman ternyata telah membuat wartawan BBC, Peter Goffin siap menghadapi pandemi virus corona penyebab sakit Covid-19 dibanding orang lain.

Dia mengaku telah terbiasa melakukan aturan kebersihan selama dua puluh tahun lebih ketat daripada orang kebanyakan.

Semua berawal saat Goffin masih berusia remaja. Ia didiagnosis menderita Obsessive Compulsive Disorder atau OCD. Selama hampir dua pertiga dari hidupnya, ia mengaku menderita karena kuman.

Baca Juga: Kocak! Bertemu Bupati Klaten, Mbah Minto Bawa HT dan Keluarkan Meteran

Upaya pencegahan infeksi virus corona seperti menghindari kontak fisik dengan orang lain, mencuci tangan setelah menyentuh apa pun yang disentuh orang lain, mendisinfeksi bahan makanan dari supermarket, sudah menjadi kebiasannya jauh sebelum ada pandemi Covid-19.

Ilustrasi cuci tangan. (Shutterstock)
Ilustrasi cuci tangan. (Shutterstock)

"Saya mengenali banyak kebiasaan saya sendiri dalam budaya global akibat virus corona. Tetapi yang paling saya kenali adalah rasa cemas seolah Anda tidak pernah aman dari infeksi," cerita Goffin dikutip dari BBC.

Meski telah melakukan seluruh protokol kesehatan dengan teliti dan yakin akan terhindar dari infeksi virus, menurut Goffin perasaan cemas selalu ada walaupun hanya sedikit.

Meski begitu, ia tak selalu menganggap itu hal buruk. Karena di sisi lain juga membuat diri selalu waspada. 

Goffin tumbuh besar di Kanada dan mengalami masalah dalam mengendalikan rasa khawatir dan takut sejak usia lima atau enam tahun. Sebagian besar kekhawatiran itu muncul karena kontaminasi dengan cairan tubuh orang lain seperti percikan ludah saat orang berbicara, kuman menyebar dari orang yang tidak mencuci tangan setelah menggunakan toilet, dan semua bakteri berbahaya yang dibayangkannya sendiri.

Baca Juga: Tiba di Jakarta, 42 ABK MV Vikin Orion Akan Jalani Karantina di Hotel

Goffin kemudian berusaha tidak menyentuh benda-benda fasilitas umum seperti kenop pintu dan sakelar lampu.

"Saya beruntung memiliki orangtua yang menerima dan mendukung. Mereka selalu mendengarkan dengan simpatik dan mengarahkan pada pelayanan kesehatan mental. Saya menjalani terapi juga diresepkan obat anti-depresi, yang saya bawa sampai hari ini," tuturnya.

Segala perawatan itu dan diagnosis OCD telah ia anggap menjadi bagian dari kehidupan normalnya. Namun OCD dan segala perawatannya mulai terasa mengganggu ketika Goffin berusia remaja dan awal 20-an. 

Usai pulang sekolah menengah hingga universitas, Goffin lebih peduli membersihkan kuman-kuman disekitarnya daripada belajar. Ia bahkan pernah begadang semalaman untuk berkali-kali mencuci pakaian yang sama. 

Ilustrasi social distancing. (Shutterstock)
Ilustrasi social distancing. (Shutterstock)

Ia juga selalu mengupayakan menjaga jarak dengan teman-temannya. Selain karena khawatir dengan kontaminasi kuman, Goffin takut jika teman-temannya tahu tentang OCD-nya.  

Dalam lima tahun terakhir barulah Goffin  bisa mengusai perasaan kecemasan dari OCD yang dideritanya.

"Saya menjadi lebih rajin menghadapi dan melawan ketakutan saya. Saya berusaha keras untuk membedakan antara kekhawatiran yang membantu dan kekhawatiran yang tidak perlu atau berlebihan," tuturnya.

Menurut Goffin, banyak orang yang juga memiliki masalah kesehatan dengan kuman sebelumnya tidak terlalu khawatir selama pandemi. Sebab tindakan pencegahan yang dianjurkan telah menjadi kebiasaan mereka sehari-hari, yang justru lebih harus dilakukan adalah belajar untuk mengelola stres tinggi secara teratur.

"Seperti yang telah saya pelajari dari bertahun-tahun pemeriksaan diri dan beberapa kali terapi, kecemasan dapat dikendalikan," ucapnya.

Goffin membiasakan diri berbicara tentang perasaannya kepada orang yang dipercayainya. Hal itu mampu membuatnya sedikit lebih tenang dan mampu mengontrol kecemasa.

Sejak di Kanada, Goffin melakukan Cognitive Behavioral Therapy dan melanjutkannya saat pindah ke Inggris. Menurutnya, tujuan dari konseling jangka panjang itu untuk membantu pasien untuk mengontrol pemikiran dan tindakan yang berbahaya.

"Ada beberapa elemen teknik yang bisa dicoba sendiri dan mungkin bisa membantu siapa saja. Seperti membuat daftar semua hal yang mengkhawatirkan Anda, merinci setiap hal mengapa Anda khawatir dan bagaimana perasaan Anda. Kemudian Anda dapat melihat daftar itu, coba mencari alasan berdasarkan fakta mengapa beberapa kekhawatiran itu mungkin tidak berdasar, atau dilebih-lebihkan," tuturnya.

Goffin mengingatkan bahwa pandemi ini dihadapi bersama-sama dari seluruh dunia. Goffin justru merasa dirinya aneh ketika merasa seolah dirinya jadi satu-satunya orang di dunia yang merasa cemas akibat wabah. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI