Djoko Santoso Meninggal karena Pendarahan Otak, Salah Satu Bentuk Stroke

Minggu, 10 Mei 2020 | 14:54 WIB
Djoko Santoso Meninggal karena Pendarahan Otak, Salah Satu Bentuk Stroke
Mantan Panglima TNI Djoko Santoso. (Suara.com/Ria Rizki)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Djoko Santoso meninggal dunia setelah beberapa hari menjalani operasi pendarahan otak.

Politisi partai Gerindra itu menghembuskan napas terakhirnya di usia 67 tahun pada Minggu (10/5/2020) pagi tadi.

Pendarahan otak merupakan salah satu jenis stroke yang juga disebut brain hemorrhage. Dilansir dari Web MD, kondisi ini disebabkan oleh arteri di otak pecah dan menyebabkan pendarahan lokal di jaringan sekitarnya.

Pendarahan otak juga disebut pendarahan intrakranial atau instraserebral yang membunuh sel-sel otak. Kondisi ini menyumbang sekitar 13 persen kasus stroke.

Baca Juga: Ilmuwan: Minum Obat Mulas Jangka Panjang Tingkatkan Risiko Demensia

Ketika pendarahan mengiritasi jaringan otak, kondisi ini akan menyebabkan pembengkakan yang dikenal sebagai edema serebral. Darah yang terkumpul menjadi massa yang disebut hematoma.

Kondisi ini meningkatkan tekanan pada jaringan otak terdekat yang mengurangi aliran darah vital dan membunuh sel-sel otak.

Ilustrasi otak (Shutterstock).
Ilustrasi otak (Shutterstock).

Pendarahan bisa terjadi di dalam otak, antara otak dan selaput yang menutupi otak, antara lapisan selubung otak atau antara tengkorak dan selubung otak.

Dilansir oleh Cleveland Clinic, pendarahan otak bisa terjadi secara tiba-tiba. Namun, kusus hematoma subdural bisa berlangsung berhari-hari sampai berminggu-minggu sebelum gejalanya berkembang.

Pendarahan otak akan menyebabkan kerusakan yang bisa mengancam jiwa. Tapi, tingkat kefatalan pendarahan otak pada seseorang tergantung penyebab, lokasi, ukuran, usia dan lamanya pendarahan otak terjadi.

Baca Juga: Melahirkan saat Positif Corona Covid-19, Ibu Ini Tak Bisa Menyusui Bayinya

Saat sel-sel otak mati, mereka tidak bisa bergenerasi. Kerusakan bisa semakin parah dan mengakibatkan kecacatan fisik hingga mental.

Kondisi ini merupakan keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Beberapa kasus, pasien bisa mengalami kelumpuhan permanen dan ada pula yang berhasil pulih sempurna.

Penderita bisa menurunkan risiko kematian akibat pendarahan otak dengan perawatan medis cepat. Dokter biasanya akan menjalani beberapa tes medis, seperti CT scan untuk mengungkap pendarahan internal atau akumulasi darah atau MRI.

Pemeriksaan neurologis atau pemeriksaan mata untuk menunjukkan pembengkakan saraf optik. Meskipun perawatannya tergantung beberapa faktor, tapi pasien mungkin saja diresepkan obat penglihang rasa sakit dan diuretik untuk mengurangi pembengkakan.

Meski begitu, ada beberapa kemungkinan komplikasi dari pendarahan otak, yakni stroke, kehilangan fungsi otak atau efek samping dari perawatan yang dijalani.

Adapun jenis stroke yang disebabkan oleh pendarahan otak, yakni stroke hemoragik. Dilansir oleh Medical News Today, stroke hemoragik adalah kondisi yang terjadi ketika arteri pecah lalu tekanan dari darah yang bocor merusak sel-sel otak. Akibatnya, area yang rusak tidak bisa berfungsi dengan baik.

Stroke hemoragik sendiri terbagi menjadi dua jenis yang sama-sama memiliki faktor risiko stroke konvensional, antara lain:

1. Perdarahan intraserebral : Pendarahan terjadi di dalam otak. Ini adalah jenis stroke hemoragik yang paling umum.
2. Subarachnoid hemorrhage : Pendarahan terjadi antara otak dan selaput yang menutupinya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI