"Lalu ada yang stres teriak-teriak lalu mau lompat masuk ke apotek saking depresinya," kata tenaga medis Pandu Adji.
Pandu menambahkan ada juga pasien yang memeluk dan berniat menyobek alat perlindungan diri (APD) tenaga kesehatan.
Pandu menambahkan terdapat tenaga kesehatan kejiwaan yang bertugas di Wisma Atlet namun jumlah tersebut tidak sebanding dengan pasien.
"Psikolog berbicara melalui pengeras suara di tiap lantai, memberi wejangan melalui pengeras suara untuk menyejukan hati mereka. Kadang ada yang memerlukan bimbingan ekstra, baru psikolog datang ke kamar. Tapi untuk efisiensi dan takutnya tidak menyeluruh mereka visit-nya, makanya gunakan pengeras suara itu," kata Pandu.
Baca Juga: Pasien 01 Covid-19 Berbagi Cerita Tentang Proses Kesembuhannya
Halusinasi dengar
Tenaga kesehatan Wisma Atlet lainnya yang menangani pasien di high care unit (HCU), Kamal Putra Pratama menyebut terdapat satu pasien yang dirawat paling lama, sampai satu bulan di HCU dan menunjukan gejala harga diri rendah atau HDR.
"Jadi dia merasa harga diri dia sudah tidak ada dan menarik diri karena penyakit ini, harga diri dia sebagai manusia, ditambah lagi ketika dia pulang ke rumahnya elative vonis, cibiran dari masyarakat sekitar rumah, padahal belum tentu ada cibiran," kata Putra.
Kemudian, Putra mencontohkan ada pasien warga negara asing yang juga mengalami depresi hingga menunjukan gejala halusinasi dengar.
"Jadi dia mendengar suara-suara apa dan minta untuk dipisahkan. Stressor-nya sudah minggu ketiga di sini ditambah kendala bahasa. Bahasa Inggris dan Indonesia tidak baik. Di situ kami lakukan anamnesa, dan konsultasikan dengan dokter kesehatan jiwa. Tim kesehatan sangat reaktif dan bekerja keras untuk menangani semua pasien," katanya.
Baca Juga: Apes! Begini Nasib Maling Rp 20 Juta dari Rumah Pasien Positif Corona
Mengapa orang berpikir bunuh diri?