Suara.com - Kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus kembali menjadi topik hangat di Indonesia. Terbaru, kasus ini terjadi di Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta.
Diduga pelaku pelecehan ini adalah seorang alumnus Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSp) berinisial IM, dan korban mencapai 30 orang perempuan. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, yang mengusut masalah ini, menerima laporan sejak 17 April 2020 lalu.
"Hingga saat ini, 4 Mei 2020, jumlah pengaduan yang kami terima berjumlah 30 orang. Pengaduan ini yang langsung masuk ke LBH Yogyakarta dan ada pula yang lewat tangan kedua, yaitu dari akun @Fasyateixeira dan @UIIBergerak," kata perwakilan LBH Yogya lewat keterangan tertulis.
Kasus di UII ini adalah satu dari banyaknya kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Sayangnya, belum ada lembaga yang memiliki data akurat mengenai jumlah kasus pelecehan seksual yang terjadi di kampus-kampus di Indonesia.
Baca Juga: Jadi Korban Pelecehan Seksual, Apa yang Harus Dilakukan?
Sedangkan secara umum, Komnas Perempuan mencatat terdapat 3.915 dari 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam ranah publik atau komunitas. Artinya kekerasan terjadi di mana korban dan pelaku tidak memiliki hubungan kekerabatan.
"Tiga jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah pencabulan (1.136 kasus), perkosaan (762 kasus), dan pelecehan seksual (394 kasus)," tulis Komnas Perempuan pada CATAHU 2019.
Berdasarkan sebuah studi yang terbit dalam PLoS One pada 14 November 2018, pendidikan seksual komprehensif pra-perguruan tinggi, termasuk pelatihan berbasis keterampilan menolak seks yang tidak diinginkan, dapat menjadi strategi efektif untuk mencegah kekerasan seksual di kampus.
"Pencegahan serangan seksual perlu dimulai lebih awal, perncegahan yang berhasil sebelum kuliah harus melengkapi upaya pencegahan begitu siswa masuk perguruan tinggi," tulis peneliti dalam kesimpulan studi, dilansir dari NCBI.
Penulis juga mengatakan pencegahan kekerasan seksual harus mengadopsi perspektif masa hidup, termasuk mengajarkan anak muda tentang hubungan seksual yang sehat dan tidak sehat, serta bagaimana mengatakan 'tidak' saat interaksi seksual tidak dinginkan terjadi dan 'ya' ketika itu diinginkan.
Baca Juga: Hal yang Bisa Dilakukan saat Alami Pelecehan Seksual di Jalan
Tidak hanya itu, dalam laman Harvard Graduate School of Education, mengatakan bahwa pendidikan seksual yang berfokus pada hubungan dan empati sangat penting untuk mengurangi kasus ini.
"Sebagian besar kekerasan seksual dan kekerasan di sekolah dilakukan oleh orang-orang yang mengenal korbannya, mereka berpacaran, teman, atau teman sekelas. Bagaimanapun, mereka memiliki semacam hubungan," tulis mereka.
Sebuah survei oleh para peneliti di inisiatif Making Caring Common dari Sekolah Pascasarjana Pendidikan Harvard menemukan 65% responden dewasa-muda berharap mereka berbicara tentang hubungan di sekolah.
"Sangat penting bahwa anak-anak mampu mempelajari (cara) untuk menyayangi orang lain," kata psikolog perkembangan Richard Weissbourd, sekaligus penulis The Talk: How Adults Can Promote Young People’s Healthy Relationships and Prevent Misogyny and Sexual Harassment.
"Mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali jika kita menuntunnya dan bersedia terlibat dalam percakapan yang bijaksana," sambungnya.