Suara.com - Saat dunia terfokus pada pengendalian virus corona, sekitar lebih dari 1,4 juta orang diperkirakan bisa meninggal karena tuberkulosis (TB) pada tahun 2025. Para ahli juga memprediksi peningkatan 6,3 juta kasus TB pada tahun itu.
Dilansir dari CNN, prediksi tersebut muncul karena isolasi akibat virus conana berdampak buruk pada diagnosis, pengobatan, dan pencegahan TB.
TB adalah infeksi bakteri yang mempengaruhi paru-paru dan telah ada selama ratusan tahun. Penyakit ini membunuh 1,5 juta orang per tahun dan telah menjadi fokus di bidang kesehatan beberapa dekade terakhir.
"Tetapi upaya-upaya penanganan telah tergelincir karena virus corona," kata Dr. Lucica Ditiu, direktur eksekutif dari Stop TB Partnership, sebuah kelompok yang dikelola oleh PBB untuk mengakhiri TB pada tahun 2030.
Baca Juga: ABK MV Amsterdam Tiba di Indonesia, Jalani Karantina di Hotel Jakbar
"Hari ini, pemerintah menghadapi jalan yang menyiksa, menavigasi antara bencana Covid-19 yang akan segera terjadi dan wabah TB yang sudah berlangsung lama," kata Ditiu dalam siaran pers.
“Tetapi memilih untuk mengabaikan TB akan menghapus setidaknya setengah dekade kemajuan yang diperoleh dengan susah payah terhadap infeksi paling mematikan di dunia dan membuat jutaan orang lebih sakit,” tambahnya.
Prediksi itu dibuat dalam pemodelan berdasarkan lockdown tiga bulan dan pemulihan layanan TB selama 10 bulan. Penelitian tersebut dilakukan oleh Imperial College London, Universitas Johns Hopkins, dan Avenir Health di bawah Stop TB Partnership dan dukungan USAID.
Pemodelan melihat dampak langkah-langkah virus corona di India, Kenya, dan Ukraina sebagai negara dengan tingkat TB tinggi.
Menurut Stop TB Partnership, jumlah kasus dan kematian TB telah menurun dalam beberapa tahun terakhir karena upaya terkoordinasi di berbagai negara. Tetapi pembatasan yang diterapkan di seluruh dunia karena virus corona menghalangi deteksi kasus TB.
Baca Juga: Penerbangan Domestik Dibuka, Begini Suasana di Bandara Soekarno Hatta
"Secara dramatis turun, pengobatan telah ditunda, dan mereka yang TB-resistan berisiko terhadap penghentian pengobatan," kata pihak Stop TB Partnership.