Suara.com - Psikiater Ungkap Rumus Untuk Bisa Bahagia, Apa Itu?
Memiliki harapan yang besar terhadap sesuatu memang wajar. Namun terkadang hal itu terbentur dengan realitas yang ternyata tak sesuai harapan.
Sementara setiap orang pasti ingin bahagia. Tapi rasa bahagia itu bisa sulit dirasakan jika harapan selalu lebih besar dari realita.
"Kita menjadi menderita karena memaksakan sesuatu realita seperti maunya kita. Padahal rumus bahagia itu realita dikurangi harapan." kata psikiater dari RS Siloam Bogor dr Jiemi Ardian saat siaran langsung Instagram bersama PDSKJI Indonesia, Rabu (6/5/2020).
Baca Juga: Haru! Ayah Jadi Korban Corona, Lelaki Ini Ingin Bangun Monumen Penghormatan
"Artinya kalau harapan kita besar, 'aku mau Covid besok selesai', padahal realitanya kecil, 'Covid-19 masih lama selesainya', kita jadi gak bahagia."
Tapi jika kondisi dibalik, yakni harapan tidak terlalu besar terhadap realitas, diri akan lebih mudah merasa bahagia.
"Misalnya, realitanya kita dapat uang Rp5 ribu, karena kita enggak ada harapan dapat Rp5 ribu yang kamu dapat dari kantong celana yang mau dicuci, rasanya jadi bahagia. Karena harapannya engga, tapi realitanya ada," jelas Jiemi.
Menurutnya, perasaan bahagia bukan tentang realita yang terjadi. Tetapi tentang harapan yang kita ciptakan. Sebab realita tidak bisa kendalikan, hanya bisa diusahakan. Sementara harapan lah yang bisa dikendalikan.
"Resep bahagianya adalah turunin harapannya. 'Aku berharap besok covid selesai', gak bisa. Berharaplah lebih realistis. Mungkin akhir tahun kita bisa lebih baik ekonominya, bisa beraktivitas lebih normal. Jadi manage ekspektasi," ucapnya.
Baca Juga: Update Corona Global 7 Mei 2020: Alhamdulillah 6 Negara Sembuh 100 Persen