Suara.com - 6 Fakta Henti Jantung, Penyakit yang Dialami Didi Kempot
Musisi campursari Didi Kempot meninggal dunia akibat penyakit jantung pada Selasa (5/5/2020). Pelantun lagu Stasiun Balapan itu dikabarkan sempat mengalami henti jantung setibanya di rumah sakit Kasih Ibu Solo, Jawa Tengah.
Dalam istilah medis, henti jantung berarti Sudden Cardiac Arrest (SCA). Di mana kondisi jantung berhenti bekerja dan berkontraksi sehingga tidak ada aliran darah yang cukup untuk menghidupi otot jantung dan organ vital lainnya.
Dokter Spesialis Jantung Primaya Hospital Bekasi Timur dr. Ivan Noersyid, Sp.JP, menjelaskan bahwa jantung dilengkapi dengan sistem listrik yang berfungsi untuk membangkitkan implus-implus yang menyebabkan timbulnya kontraksi otot jantung.
"Hal tersebut dapat terjadi karena gangguan irama atau beberapa faktor lainnya. Jadi, kontraksi jantungnya bergetar saja namun jantung tidak memompa aliran darah," kata Ivan kepafa suara.com melalui keterangan tertulisnya, Kamis (7/5/2020).
Henti jantung dapat terjadi dalam kondisi jantung tidak bekerja namun masih terdapat aliran listrik. Dokter Ivan menjabarkan sejumlah fakta terkait henti jantung yang belum banyak diketahui awam.
1. Belum tentu menyebabkan kematian
Tidak semua pasien yang mengalami henti jantung akan meninggal dunia. Henti jantung harus melalui beberapa proses. Menurut Ivan, tahapan henti jantung dimulai dari kematian otot-otot jantung.
Setiap 4 menit, bagian-bagian otot jantung di dalam tubuh akan mengalami kematian. Semakin lama penanganan seseorang yang mengalami henti jantung, akan semakin banyak otot jantung yang mengalami kematian.
Baca Juga: Pengidap Penyakit Jantung Rentan Tertular Corona Covid-19? Ini Kata Dokter
"Jika seseorang mengalami henti jantung namun tidak dilakukan tindakan medis lebih lanjut, maka orang tersebut dapat mengalami kematian,” jelasnya.
2. Tidak ada denyut nadi pada leher
Seseorang yang mengalami henti jantung, dibuktikan dengan tidak teraba nadi karotis yang terdapat pada leher. Selain itu perlu dilakukan pengecekkan irama jantung melalui Elektokardiogram (EKG).
Ivan menjelaskan, terdapat dua kondisi irama jantung yang terlihat dari hasil EKG yaitu kondisi irama asistol atau jantung tidak berirama dan irama pulseless electrical activity (PEA), dan kondisi irama seperti garis seperti rumput (ventrikular takikardi atau fibrilasi).

Untuk pasien dengan kondisi irama jantung asistol atau PEA, maka pasien akan dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru yaitu tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu.
“Hal yang dilakukan adalah pemompaan jantung dari dinding luar dada, pemberian napas baik melalui alat bantuan pernafasan, pemberiam cairan atau obat,” ujar Ivan.
Ia menambahkan, proses Resusitasi Jantung Paru untuk pasien dengan irama jantung datar akan di evaluasi selama 10 hingga 20 menit. Jika dalam waktu lebih dari 30 menit tidak ada perubahan dari pasien, maka kemungkinan harapan hidup pasien sangat kecil.
Jika hasil EKG menunjukkan irama seperti garis rumput, maka pasien akan dilakukan defibrilasi atau diestrum sebagai terapi utama selain di lakukam resusitasi jantung paru ( RJP). Dengan dilakukan defibrilasi, gangguan irama jantung yang terjadi dapat dihidupkan ulang.
"Jika iramanya kembali normal, pasien tersebut akan dilakukan pemeriksaan gelombang listrik pada pembuluh nadi. Jika denyut nadi tidak teraba, maka akan dilakukan proses Resusitasi Jantung Paru," paparnya.
Selanjutnya: Henti jantung bisa diselamatkan
3. Henti jantung bisa diselamatkan jika penanganan cepat
Jika denyut nadi kembali berdenyut atau terdeteksi, maka akan ditinjau apakah pasien tersebut masih bernapas atau tidak. Jika masih bernafas, maka pasien diberikan bantuan pernapasan seperti pemasangan selang bantu pernapasan berupa ventilator.
Kemudian, pasien akan dilakukan pengecekkan terhadap tekanan darah dan dilakukan evaluasi lanjutan terhadap irama jantung, kecepatan nadi, dan pemeriksaan kondisi penyakit di tubuh pasien untuk melihat potensi penyebab henti jantung.
“Pada intinya, pasien henti jantung masih dapat diselamatkan jika dilakukan evakuasi ke rumah sakit dalam waktu yang cepat. Semakin cepat Resusitasi Jantung Paru dilakukan akan semakin tinggi harapan hidup pasien,” jelas Ivan.

4. Tidak selalu disebabkan riwayat penyakit jantung
Henti jantung tidak selalu disebabkan karena adanya riwayat penyakit jantung pada pasien. Pasien henti jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti diare yang berakibat pada kekurangan cairan berlebih, tension pneumothorax, dan berbagai riwayat penyakit lainnya.
Ivan mencontohkan, jika pembuluh darah kekurangan cairan, maka pembuluh darah akan kekurangan oksigen sehingga tidak dapat bekerja secara maksimal. Jika pasien mengalami tension pneumothorax, maka pasien akan mengalami kondisi dimana udara yang terkumpul pada rongga pleura tidak dapat keluar namun udara dari dinding dada dan paru-paru terus masuk ke rongga tersebut sehingga akan menekan paru-paru dan jantung.
Selanjutnya: Pengobatan henti jantung
5. Pengobatan tergantung riwayat penyakit
Jika pasien telah ditemukan riwayat penyakit yang menyebabkan henti jantung, maka pasien tersebut akan diberikan pengobatan utama yang berbeda tergantung dari riwayat penyakitnya.
Jika pasien henti jantung didiagnosis mengalami serangan jantung, pasien masih dapat dibantu melalui kateterisasi jantung. Tapi kalau pasien mengalami kekurangan cairan, pasien akan diberikan cairan agar jantung bisa bekerja.
"Semua penyebab henti jantung akan di evaluasi untuk diberikan tindakan medis yang tepat” kata Ivan.
Namun jika memang memiliki riwayat penyakit jantung, Ivan mengingatkan sebaiknya tidak melakukan aktivitas atau olahraga berat agar terhindar dari henti jantung.

6. Pencegahan Henti jantung dibagi dua kategori
Terdapat dua kategori pasien dalam melakukan pencegahan henti jantung. Kategori pertama adalah preventif primer, pasien yang tidak memiliki gejala penyakit apapun dan berusia lebih dari 40 tahun, memiliki faktor risiko seperti tensi tinggi, punya riwayat keturunan jantung, merokok dan meminum alkohol, atau riwayat yang berpotensi henti jantung lainnya.
Untuk seseorang dengan kategori tersebut, sebaiknya dilakukan medical check up secara rutin dan melakukan pola hidup sehat, jelas Ivan.
Kategori kedua adalah preventif sekunder di mana pasien sudah memiliki penyakit sebelumnya, seperti riwayat penyakit jantung, stroke, gula, dan sebagainya. Pasien dalam kategori ini harus melakukan pengobatan secara disiplin sesuai dengan anjuran dokter.
"Di tengah pandemi Covid-19 ini, pasien tetap harus melakukan konsultasi dengan dokter terutama untuk penyakit yang memang harus segera ditangani atau diobati. Banyak cara yang bisa dilakukan seperti telemedicine atau konsultasi dokter secara online,” katanya.
Ia menambahkan, untuk menghindari henti jantung, lakukan pola hidup sehat dengan mengurangi makanan yang mengandung kolesterol dan rutin berolahraga minimum 40 menit untuk membakar gula dan lemak. Hindari merokok, meminum alkohol, dan makanan tinggi gula. Juga tidur yang cukup minimal 8 jam dalam sehari.