Suara.com - Pandemi Covid-19 Bikin Cemas, Ini 4 Tips Hadapi Situasi Buruk.
Ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan, manusia sebenarnya memiliki pilihan untuk bersikap.
Respons cemas umumnya menjadi wajar dialami banyak orang ketika mengalami perubahan situasi.
Contohnya, seperti masa pandemi Covid-19 yang terkonfirmasi di Indonesia pada awal Maret. Masyarakat mendadak cemas dan takut tertular virus corona hingga mengakibatkan panic buying.
Baca Juga: Tak Sesuai Ekspektasi, Penampakan Kue Beruang Ini Berakhir Nyesek
Psikiater dr. Jiemi Ardian Sp Kj menjelaskan bahwa memang cemas bisa ditandai dengan munculnya perasaan takut dan khawatir. Jika kedua gejala itu muncul bisa berdampak pada reaksi fisik dan emosional.
"Bisa jadi sakit maag karena nggak nafsu makan, nyeri otot, itu didahului rasa cemas. Kalau keluhan psikologis bisa pikiran," kata Jiemi dalam siaran langsung Instagram bersama Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), Rabu (6/5/2020).
Menurut Jiemi, orang awam akan kesulitan mengukur batas wajar kecemasan. Sebab diperlukan alat ukur khusus yang biasanya digunakan oleh para psikiater.
Meski begitu, menurutnya, sebelum tingkat cemas jadi mengkhawatirkan, manusia punya empat pilihan dalam menghadapi situasi yang dirasa telah menganggu.
"Pertama, mengubah situasi. Covid-19 bisa diubah situasinya? Nggak bisa. Berarti lanjut ke pilihan kedua," kata Jiemi.
Baca Juga: Ilmuwan Bongkar Fakta Hidroklorokuin, Pengencer Darah Bisa Obati Covid-19?
Pilihan kedua merupakan mengubah respons diri terhadap situasi. Caranya, mengalihkan perhatian dengan kegiatan lain, sehingga fokus tidak hanya terhadap situasi yang tidak menyenangkan.
Nggak mau mengubah, mau biasa aja? Ya uda pilihan ketiga, menerima tanpa menghakimi. Ini kondisinya, terima apa adanya aja," tambah Jiemi.
Jika diri juga sulit menerima situasi baru yang terjadi dan tetap menghakimi maka pilihan terakhir sulit dihindari.
"Ya uda pilihan keempat menderita aja, boleh. Sebenarnya menderita itu kita yang pilih. Padahal ada pilihan yang lain," ucapnya.
Lebih jauh, Jiemi mengatakan bahwa manusia menjadi menderita karena memaksakan realita seperti maunya sendiri.