Suara.com - Penyebaran virus corona di seluruh dunia disertai dengan 'wabah' klaim palsu dan teori konspirasi yang meluas secara cepat di media sosial. Mulai dari teori 5G, hingga bioweapon dari sebuah laboratorium di China.
Satu studi oleh Departemen Luar Negeri AS mengatakan, sekitar dua juta cuitan di Twitter menggembar-gemborkan teori konspirasi tentang virus telah diunggah di luar AS selama periode tiga minggu sejak penyakit ini mulai menyebar di luar China.
Menurut kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, hal ini menghambat upaya memerangi pandemi Covid-19, yang kasusnya makin bertambah setiap harinya.
"Di WHO, kami tidak hanya memerangi virus, kami juga memerangi troll dan teori konspirasi yang mendorong informasi salah dan merusak respons wabah," katanya, dikutip dari Aljazeera.
Beberapa analis mengatakan tidak mengherankan jika klaim palsu tentang virus berkembang, terutama karena ini adalah virus dengan strain baru dan masih sedikit yang diketahui.
Baca Juga: PBB Khawatir, Pandemi Covid-19 Membuat Anak-anak Online Terus
"Wabah seperti ini memiliki banyak ketidakpastian, dan ketika orang tidak memiliki jawaban dan para ilmuwan tidak mampu memberi jawaban dan jaminan yang mereka butuhkan, mereka kemungkinan akan mulai berspekulasi," jelas Marina Joubert, seorang ilmuwan senior ilmu komunikasi Peneliti yang berbasis di Stellenbosch, Afrika Selatan.
Andrea Kitta, associate professor di East Carolina University di AS, mengatakan 'pola naratif' teori konspirasi seputar wabah Covid-19 identik dengan epidemi sebelumnya.
"Dalam epidemi sebelumnya seperti HIV atau H1N1, ada teori konspirasi serupa tentang bioengineering, plot untuk memusnahkan populasi tertentu, atau terkait dengan kebiasaan makan dan sanitasi," tuturnya.
Media sosial dan perang informasi palsu
Banyak perusahaan media sosial telah mengambil beberapa langkah untuk memerangi informasi salah tentang virus corona. Baik Facebook, Twitter, hingga YouTube telah mengumumkan langkah untuk mengerahkan pengguna mencari informasi dari sumber kredibel.
Baca Juga: Mundur, Prediksi Akhir Pandemi Covid-19 di Indonesia dari Juni Jadi Oktober
Tetapi associate professor media digital global di University of Massachusetts Amherst, di AS, Jonathan Corpus Ong, mengatakan perusaahan teknologi harus berbuat lebih banyak.