Suara.com - Setiap hubungan memang memiliki pasang surut, namun jika satu orang lebih dominan hingga memanipulasi keadaan mungkin Anda terjebak dengan orang dengan gaslighting.
Melansir dari Psychology Today, gaslighting sendiri adalah perilaku psikologi yang merupakan bentuk manipulasi dan pencucian otak terus-menerus. Perilaku tersebut kemudian menyebabkan korban meragukan dirinya sendiri. Pada akhirnya korban akan kehilangan persepsi, identitas, dan harga dirinya.
Sebagai contoh, orang berpeilaku ini biasanya akan membalikkan fakta ketika berada dalam pertengkaran dan berada di posisi salah.
Umumnya mereka akan berkata; "Kamu terlalu sensif/baper" atau "saya selingkuh gara-gara kamu kurang perhatian", dan lain sebagainya.
Baca Juga: Guru Honorer Jual Barang, Ortu Siswa Tunggak SPP: Mending Buat Makan
Jika itu terjadi berulang kali, maka seseorang akan merasa benar-benar menjadi penyebab masalah dalam sebuah hubungan tersebut.
Melansir dari Psychology Today, berikut adalah beberapa contoh gaslighting yang dikutip dari buku saya How to Success Handle Gaslighters & Stop Psychological Bullying.
1. Berbohong dan Membesar-besarkan
Gaslighter (pelaku) menciptakan narasi negatif tentang gaslightee (korban) berdasarkan pada anggapan umum yang keliru. Bukan karena hal objektif atau fakta yang membuat korban berada di posisi defensif.
2. Pengulangan
Baca Juga: Punya AC, Alasan Pemerintah Tak Beri Diskon Pelanggan Listrik 1300 VA
Seperti perang psikologis, kepalsuan diulangi terus-menerus untuk tetap menyerang, mengendalikan pembicaraan, dan mendominasi hubungan.
"Kamu ini terlalu sensitif, itu hanya perasaanmu"
Kata-kata diatas yang dilakukan berulang dalam setiap perselisiah akan membuat korban merasa benar-benar sebagai orang yang sensitif. Meskipun ia berada di posisi yang benar.
3. Menyangkal
Ketika mereka dihadapkan dengan fakta, pelaku atau gaslighter akan meningkatkan perselisihan dengan menggandakan dan melipatigandakan serangan kebohongan atau sangkalannya.
Mereka akan menyangkal bukti substantif dengan penyangkalan, menyalahkan, dan lebih banyak klaim palsu untuk menebarkan keraguan dan kebingungan.
“Ketika saya menangkap pacar saya sedang berhubungan seks dengan seseorang, ia dengan datar mengatakan itu tidak terjadi dan mengatakan bahwa saya hanya membayangkan itu semua. Dia memanggilku gila,” kata seseorang yang tidak disebutkan namanya.
4. Memperdayai Korban
Dengan tetap bersikap ofensif, pelaku akan melemahkan korban mereka, yang menjadi putus asa, mundur dari perdebatan, pesimistis, takut, lemah, dan meragukan diri sendiri.
Korban mulai mempertanyakan persepsi, identitas, dan realitasnya sendiri.
5. Hubungan Ketergantungan
Kamus Oxford mendefinisikan kodependensi sebagai ketergantungan emosional atau psikologis yang berlebihan pada pasangan. Dalam hubungan gaslighting, gaslighter memunculkan rasa tidak aman dan kecemasan konstan pada gaslightee, sehingga membuat gaslightee merasa ketergantungan.
Hubungan yang saling tergantung dibentuk berdasarkan rasa takut, kerentanan, dan marginalisasi.
6. Harapan Palsu
Sebagai taktik manipulatif, gaslighter kadang-kadang akan memperlakukan korban dengan kelembutan, moderat, dan bahkan kebaikan untuk memberikan harapan palsu kepada korban.
Dalam keadaan ini, korban mungkin berpikir: "Mungkin dia benar-benar tidak buruk, dan berubah saatnya memberikan kesempatan agar segalanya menjadi lebih baik".
7. Kontrol dan Dominasi
Pada tingkat ekstrem, tujuan akhir dari seorang gaslighter adalah mengendalikan, mendominasi, dan mengambil keuntungan dari individu lain, atau kelompok, atau bahkan seluruh masyarakat.
Perilaku gaslighting bukan hanya terjadi pada hubungan romatis, tapi bisa juga terjadi pada hubungan keluarga, pertemanan, hingga rekan kerja.