3. Ada Bukti Obat ini Tidak Bisa Bekerja
Sebuah percobaan dipublikasikan dalam jurnal medis The Lancet yang menunjukkan hasil yang mengecewakan.
Dilakukan di China, studi itu hasilnya menunjukkan tak ada manfaat bagi mereka yang meminum remdesivir.
Para pasien Corona Covid-19 yang meminum remdesivir rata-rata sembuh dalam rata-rata 21 hari, dibandingkan dengan mereka yang meminum placebo dalam rata-rata 23 hari.
Baca Juga: 4 Fakta Penting Soal Obat Paracetamol: Kegunaan, Dosis, dan Efek Samping
Bisa jadi ada sedikit perbaikan jika pasien meminumnya lebih cepat. Jika mereka meminumnya pada 10 hari pertama setelah mengalami gejala, mereka bisa sembuh dalam rata-rata 18 hari.
Beberapa analisis mendukung hal tersebut, masuk akal apabila mengonsumsi obat antivirus sebelum virus Corona Covid-19 menyebar luas untuk merusak beberapa bagian tubuh. Namun para penulis memperingatkan bahwa hal ini secara statistik tidak signifikan.
4. Ada Beberapa Masalah dalam Penelitiannya
Percobaan harus melibatkan cukup banyak pasien untuk bisa dianggap secara statistik signifikan. Percobaan NIAID melibatkan ribuan pasien di seluruh dunia. Sementara yang di China melibatkan 237 pasien, namun jatuh jauh dari target yang lebih besar.
Ini dikarenakan China mampu mengatasi wabah, sehingga tak banyak pasien untuk dapat dikaji.
Baca Juga: Hore! Obat Virus Corona dari Inggris Masuki Uji Klinis Fase 2 Pada Manusia
Selain itu, mereka juga harus bisa memenuhi standar ilmiah yang kuat untuk menarik kesimpulan tentang apakah obat itu bisa bekerja.
Percobaan di China yang pertama kali mencapai hal ini, ada kendali di mana sekelompok pasien yang menerima obat remdesivir dan ada kelompok yang tidak.
Kebanyakan studi tidak memiliki kendali. Gilead bahkan mempublikasikan studi mereka sendiri yang tidak memiliki kelompok pengendali, dan membandingkan orang-orang yang meminum remdesivir selama lima hari dengan yang meminumnya selama 10 hari.
Hal itu membuatnya semakin sulit untuk menarik kesimpulan yang lebih luas.
5. Diharapkan oleh Banyak Pihak
Selain remdesivir, ada banyak pengobatan potensial yang juga sedang diuji, termasuk antivirus yang digunakan untuk mengatasi HIV dan obat-obatan yang menarget reaksi inflamasi tubuh pada virus.
Namun para penguji memiliki harapan tinggi pada remdesivir karena pernah digunakan untuk menangani Ebola dan virus corona lainnya.
Para investor juga percaya pada pengalaman dan keahlian Gilead untuk meluaskan kapasitas pembuatan obat dan mendapatkan persetujuan.
Presiden AS Donald Trump telah mengatakan bahwa ia ingin FDA segera menyetujui obat tersebut secepatnya. Jepang telah memberi sinyal akan memberikan persetujuan kilat pada remdesivir.
Gilead mengaku tidak akan meraup keuntungan dari remdesivir dan akan memberikannya secara gratis. Namun perusahaan ini dikritisi soal masa lalunya perkara penetapan harga, termasuk dalam perselisihan dengan pemerintah AS mengenai salah satu obat HIV-nya, truvada.