Suara.com - Petugas kesehatan berbagi kisah mereka saat menangani Covid-19 di berbagai negara Afrika. Para dokter di garis depan dihadapkan tantangan pandemi yang masih tidak menentu dengan beragam kondisi sistem kesehatan.
Dilansir dari Aljazeera, berikut beberapa kisah tenaga medi di seluruh Afrika dalam mengatasi pandemi Covid-19.
Dokter Bernard Hammond, presiden Asosiasi Dokter Ghana di Rumah Sakit Pendidikan Komfo Anokye di Kumasi, Ghana
Dengan kasus yang masih bertambah setiap hari, kebanyakan tenaga medis di Ghana mengkhawatirkan kesediaan alat pelindung diri.
Baca Juga: Duta Sheila on 7 Ulang Tahun ke-40, Netizen: Menolak Tua
"Ada kekurangan umum dari peralatan pelindung dasar seperti sungkup muka yang menyebabkan penggunaan kembali dan penggunaan yang berkepanjangan oleh staf kesehatan," kata dokter Hammond.
"Namun, kami cukup disiplin dalam memenuhi tugas kami, bahkan di saat-saat seperti ini," tambahnya
Pemerintah Ghana membebaskan pajak selama 3 bulan untuk para tenaga medis yang bekerja menangani pandemi. Tenaga medis juga akan diberikan kenaikan gaiji sebanyak 50 persen apabila rutin bertugas memerangi Covid-19.
"Kekhawatiran kami tentang peralatan juga tampaknya menghasilkan respons positif dari pemerintah, dibuktikan dengan promosi mereka terhadap pembuatan APD lokal dan logistik lainnya untuk memenuhi kebutuhan kami," ujar Hammond.
Pemerintah menetapkan paket asuransi kesehatan untuk petugas layanan kesehatan. Otoritas Ghana juga telah meningkatkan fasilitas untuk isolasi dan pengujian setiap staf yang terpapar.
Baca Juga: Dikira Molor, Warga Mendadak Panik Lihat Budi Tewas Mendadak di Warung
Covid-19 di Ghana per 30 April ada 1.671 kasus dengan jumlah sembuh 188 kasus dan 16 meninggal.
Dokter Olusegun Olaopa, mantan presiden Asosiasi Dokter Tetap Nigeria di Rumah Sakit Universitas College Ibadan, Nigeria
Pekerja kesehatan di Nigeria menghadapi kondisi kerja yang menantang tanpa asuransi jiwa, upah yang tidak memadai, dan kejenuhan yang terus-menerus. Dengan demikian, pandemi ini telah memberikan tekanan lebih pada tenaga medis yang sudah kewalahan sejak sebelum pandemi.
Dengan penyebaran virus, peralatan pelindung bagi mereka hanya ada di pusat isolasi.
"Kita memerlukan pelindung di semua rumah sakit. Terutama karena beberapa doktertelah terpapar virus saat merawat pasienkarena tidak ada pendeteksi," kata dokter Olaopa.
"Kita hanya perlu dorongan dan penghargaan agar kita tahu pengorbanan kita tidak akan sia-sia. Departemen saya, yang merupakan spesialis bedah, telah mulai mengadopsi swadaya untuk mengadaptasi bahan pelindung darurat," tambahnya.
Sejauh ini, pemerintah melakukan peningkatkan kesadaran, menutup perbatasan dan memaksakan penutupan di tiga wilayah.
Per 30 April, kasus yang dikonfirmasi di Nigeria sebanyak 1.728 dengan tingkat pemulihan 307 dan meninggal 5.
Profesor Moussa Seydi, kepala departemen penyakit menular, Rumah Sakit Pusat Universitas De Fann di Dakar, Senegal
Unit tanggapan Covid-19 telah dipenuhi dengan baik karena pemerintah memberi cukup peralatan yang telah didapatkan tepat waktu.
"Kami juga menerima pelatihan dan instruksi yang cukup tentang prosedur yang harus diikuti," kata profesor Seydi.
"Jadi, di sini di pusat perawatan, kami merasa aman. Jika kita melihat lonjakan besar dalam kasus-kasus maka mungkin ini bisa berubah," tambahnya.
Seydi percaya, bahwa pemerintah benar-benar telah melakukan yang terbaik. Otoritas Senegal juga mengumumkan bahwa petugas kesehatan akan diberikan bonus bagi tenaga medis.
Covid-19 di Senegal per 30 April mencapai 823 kasus dengan tingkat pemulihan 315 dan kematian 9 kasus.
Dokter di Bamenda, Kamerun
Per 30 April, Kamerun menelan 1.832 kasus yang telah dikonfirmasi dengan tingkat kesembuhan 934 dan meninggal 61.
"Pihak berwenang sangat sedikit memastikan keamanan kami. Banyak distrik di Kamerun belum menerima pelatihan, materi pendidikan, dan APD yang memadai," kata dokter yang tidak mau disebutkan namanya pada Aljazeera.
"Saya belajar tentang prosedur keselamatan online, namun banyak petugas layanan kesehatan tidak memiliki akses ke internet. Petugas kesehatan juga tidak memiliki akses ke pengujian prioritas, ini berbahaya bagi mereka dan pasien," tambahnya.
Tanpa bayaran atau dukungan finansial tambahan dan pemadaman listrik yang konstan di beberapa rumah sakit, membuat daya untuk memerangi Covid-19 di Kamerun sangat rendah.
Carol, seorang perawat rumah sakit di Dar Es Salaam, Tanzania
Carol menyatakan, bahwa pemerintah Tanzania tidak terlalu memperhatikan tenaga medis dalam penanganan Covid-19. Mereka juga tidak memberikan jaminan apapun.
"Saya ngeri dengan kurangnya tindakan yang diambil oleh pemerintah," kata Carol.
"Minim arahan, tidak ada transparansi, mereka telah menolak untuk menerapkan langkah-langkah seperti kuncian atau pembatasan di tempat ibadah," tambahnya.
Per 30 April, kasus yang dokonfirmasi di Tanzania mencapai 480 dengan 167 orang pulih dan 16 kasus meningal dunia.