2 Alasan Kenapa Membandingkan Covid-19 dan Penyakit Lain Itu Salah Kaprah

Rabu, 29 April 2020 | 19:51 WIB
2 Alasan Kenapa Membandingkan Covid-19 dan Penyakit Lain Itu Salah Kaprah
Deddy Corbuzier [Youtube/Deddy Corbuzier]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberapa waktu lalu, Presiden Donald Trump membandingkan Covid-19 dengan korban kecelakaan. Tidak hanya Trump, komparasi yang tidak apple to apple itu juga dinyatakan oleh Young Lex dan Deddy Corbuzier melalui channel YouTube Deddy.

"Kanker belum ada obatnya, 1 dari 3 penduduk bumi kena kanker, kenapa beritanya tidak dibesarkan. Katanya karena penyebaran beda," kata Deddy.

Young Lex juga menyatakan, bahwa orang yang meninggal dengan jantung koroner dan lainnya lebih banyak daripada Covid-19.

"Gua di posisi orang yang awalnya enggak takut coba cek berapa orang yang meninggal gara-gara paru, jantung koroner pasti lebih banyak.. pas going bigger, oh damn," kata Young Lex.

Baca Juga: Pemerintah Beri Subsidi Bunga Kredit Usaha Hingga 6 Persen Selama 6 Bulan

Melansir dari Huffpost, membandingkan virus corona dengan kecelakaan atau penyakit lain adalah ide buruk yang salah arah.

Presiden AS Donald Trump memberikan pernyataan tentang perkembangan pandemi virus corona di Gedung Putih. [AFP]
Presiden AS Donald Trump memberikan pernyataan tentang perkembangan pandemi virus corona di Gedung Putih. [AFP]

Maaf Trump, Covid-19 Beda Kelas dengan Flu Biasa

Saat ini tidak ada vaksin untuk virus corona dan sementara tingkat kematian influenza sekitar 0,1 persen di AS, tingkat kematian Covid-19 setidaknya 10 kali lebih tinggi.

Mungkin Trump tidak lagi berani membandingkan tingkat kematian itu sekarang, sebab AS telah menelan kematian lebih dari 58 ribu kasus (dalam 3 bulan).

Jumlahnya lebih banyak daripada orang AS yang meninggal akibat perang Vietnam (dalam kurun lebih dari 10 tahun).

Baca Juga: Korupsi Dana Perimbangan, Eks Anggota DPR Sukiman Divonis 6 Tahun Penjara

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) jumlahnya sangat berbeda di seluruh negara. Angka kematian Italia adalah sekitar 10 persen, di Prancis sekitar 5 persen, sementara di AS sejauh ini hanya lebih dari 1 persen.

"Mungkin mereka melebih-lebihkan angka kematian sebenarnya," tukas Deddy pada Youtubenya.

"Masalahnya adalah tidak ada dokter yang mau mengambil risiko itu (melebihkan angka kematian)," kata Dr. Howard Markel, direktur Pusat Sejarah Kedokteran Universitas Michigan, kepada HuffPost.

Hal lain yang salah dengan perbandingan Trump, Deddy, dan Young Lex berkaitan dengan bagaimana virus corona dapat menyebar di antara orang-orang.

Virus corona baru penyebab Covid-19 memiliki masa inkubasi di mana saja antara satu hingga 14 hari. Sedangkan seseorang terkena flu satu hingga empat hari setelah terinfeksi. 

"Flu normal, jika saya mendapatkannya, saya akan menginfeksi sekitar 1,3, hingga 1,4 orang," kata Dr. Hugh Montgomery, ketua kedokteran perawatan intensif di Universitas  College London.

Namun dengan Covid-19, setiap orang dapat menularkan virus setidaknya pada tiga orang lainnya.

"Sekarang itu kedengarannya tidak banyak perbedaan, tetapi jika masing-masing dari tiga orang menularkan tiga orang lagi, dan itu terjadi pada 10 kali maka seseorang bisa menginfeksi 59.000 orang," kata Montgomery.

Selain menular, virus corona baru juga melemahkan sistem kesehatan di suatu negara.

Penyanyi Rap,Samuel Alexander Pieter atau lebih dikenal dengan Young Lex berkunjung ke Kantor Suara.com, Jakarta Selatan, Jumat (18/10). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Penyanyi Rap,Samuel Alexander Pieter atau lebih dikenal dengan Young Lex  [Suara.com/Angga Budhiyanto]

"Sistem perawatan kesehatan hanya dibangun untuk merawat sejumlah orang pada waktu tertentu, karena itulah fasilitas perawatan kesehatan terhindar dari kebangkrutan," jelas Markel.

Tapi saat wabah, fasilitas rumah sakit kebanjiran pasien dalam satu waktu. "Secara individual, fasilitas tidak dapat secara konstan disiapkan untuk pandemi, katanya, terutama mengingat bagaimana peralatan seperti respirator dan ventilator perlu dibersihkan dan dipelihara secara teratur," tambahnya.

Kematian Akibat Lalu Lintas Tidak Menular

Perbandingan Trump dan Deddy tentang kematian Covid-19 dengan kematian lalu lintas bahkan lebih tidak masuk akal.

Dilansir dari dari Huffpost, pertama-tama, kematian lalu lintas tidak menular. Gagal mengkarantina satu orang dengan virus corona dapat menyebabkan dua kasus pada hari berikutnya, empat berikutnya, delapan berikutnya dan seterusnya.

Infeksi menyebar secara eksponensial, dengan intervensi awal membuat dampak mendalam pada keparahan wabah kemudian.

Kematian lalu lintas tidak memiliki karakteristik ini. Kematian di jalan memang sangat sensitif terhadap faktor-faktor seperti batas kecepatan, desain jalan, dan waktu respons ambulan, namun jumlah korban kecelakaan hari ini tidak menulari kecelakaan berikutnya.

Berdasarkan data Polri,  jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada 2019 di Indonesia berjumlah 23.530 orang (dalam satu tahun). 

Selama sebulan (sejak pengumuman awal Maret), kematian akibat Covid-19 di seluruh Indonesia mencapai 784 jiwa. Itu baru yang terkonfirmasi, sebab kematian sebagai PDP dan ODP tidak dihitung sebagai kematian akibat Covid-19.

Akibat tes minim di Indonesia membuat jumlah infeksi Covid-19 di Indonesia belum terdeteksi sepenuhnya. 

Studi sebuah lembaga penelitian di London, Inggris, memperkirakan baru 2 persen kasus Covid-19 di Indonesia terungkap. Itu berarti, setidaknya menurut hitungan mereka, sebenarnya ada sekitar 34.300 kasus pada bulan Maret.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI