PBB: Pandemi Pengaruhi Kesehatan Reproduksi hingga Kekerasan pada Perempuan

Rabu, 29 April 2020 | 13:18 WIB
PBB: Pandemi Pengaruhi Kesehatan Reproduksi hingga Kekerasan pada Perempuan
Ilustrasi perempuan saat pandemi. (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut Asosiasi Dana Penduduk PBB (UNFPA), menyatakan bahwa pandemi Covid-19 akan berdapak pada kesehatan reproduksi perempuan. Hal itu terkait dengan kontrasepsi yang tidak bisa diakses, kehamilan tidak diinginkan, hingga kekerasan berbasis gender.

"Data baru ini menunjukkan dampak bencana yang Covid-19 dapat segera melanda perempuan dan anak perempuan secara global," kata Dr. Natalia Kanem, Direktur Eksekutif UNFPA dalam siaran pers yang dikutip dari Time.

"Pandemi ini memperdalam ketidaksetaraan. Jutaan perempuan dan anak perempuan sekarang berisiko kehilangan kemampuan untuk merencanakan keluarga mereka, melindungi tubuh dan kesehatan mereka," tambahnya.

Dilansir dari Time, data baru yang dirilis oleh UNFPA, menyatakan bahwa badan kesehatan seksual dan reproduksi PBB memperkirakan lebih dari 47 juta perempuan kehilangan akses kontrasepsi. Hal ini menghasilkan 7 juta kehamilan yang tidak direncanakan jika lockdown berlanjut selama enam bulan.

Baca Juga: Baru 3.000 Orang, Gugus Tugas Masih Membutuhkan Relawan Medis Lawan Corona

Sebagai hasil dari pandemi Covid-19, fasilitas kesehatan dibanjiri oleh pasien dengan virus, mengakibatkan lebih sedikit sumber daya atau waktu yang tersedia untuk perempuan mendapatkan perawatan kesehatan seksual atau reproduksi mereka.

Ilustrasi seeorang perempuan pengenakan masker kain. [Shutterstock]
Ilustrasi seeorang perempuan di tangah pandemi. [Shutterstock]

Menurut laporan tersebut, gangguan dalam rantai pasokan global juga menyebabkan kekurangan alat kontrasepsi, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah.

Laporan badan PBB itu juga memperkirakan bahwa 31 juta kasus kekerasan berbasis gender meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini disebabkan karena para korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terperangkap di rumah bersama para pelaku kekerasan.

Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa penguncian telah secara signifikan meningkatkan tingkat KDRT.

Kesehatan reproduksi dan seksual wanita di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah lebih mungkin terkena dampak pandemi.

Baca Juga: Sembuh dari Corona, Ibu dan 3 Anaknya di Sawah Besar Sudah Beraktivitas

Gangguan pada program-program pencegahan dapat menghasilkan tambahan 2 juta kasus pemotongan kelamin perempuan serta 13 juta pernikahan anak dalam dekade mendatang yang seharusnya dapat dihindari.

“Kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan harus dilindungi dengan segala cara,” kata dokter Kanem.

“Layanan harus dilanjutkan, persediaan harus dikirimkan, dan yang rentan harus dilindungi dan didukung," imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI