Pendapat kedua: menurut pendapat Al Auza’i, Ats Tsauriy, Abu Hanifah dan murid-muridnya, Abu Tsaur dan Abu ‘Ubaid, hanya cukup meng-qada saja.
Pendapat ketiga: menurut pendapat Ibnu Abbas, Ibnu ‘Umar, Ishaq, dan Syaikh Al Albani cukup memberi makan kepada orang miskin tanpa meng-qaha.
Pendapat keempat: menurut Imam Malik dan ulama Syafi’iyah, ibu hamil wajib meng-qada, sedangkan ibu menyusui wajib meng-qada dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan.
Pendapat kelima: menurut pendapat Ibnu Hazm, baik ibu hamil dan ibu menyusui tidak meng-qada dan tidak pula memberi makan kepada orang miskin.
Baca Juga: Kisruh Nasi Anjing untuk Warga Priok saat Ramadan
Pendapat yang terkuat adalah pendapat ketiga yang mengatakan bahwa cukup dengan fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin tanpa meng-qada.
Dari Ibnu Abbas, beliau berkata,
"Keringanan dalam hal ini adalah bagi orang yang tua renta dan wanita tua renta dan mereka mampu berpuasa. Mereka berdua berbuka jika mereka mau dan memberi makan kepada orang miskin setiap hari yang ditinggalkan, pada saat ini tidak ada qada bagi mereka. Kemudian hal ini dihapus dengan ayat (yang artinya): "Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu".
Namun hukum fidyah ini masih tetap ada bagi orang yang tua renta dan perempuan tua renta jika mereka tidak mampu berpuasa.
Kemudian bagi perempuan hamil dan menyusui jika khawatir mendapat bahaya, maka dia boleh berbuka (tidak berpuasa) dan memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. (Dikeluarkan oleh Ibnul Jarud dalam Al Muntaqho dan Al Baihaqi. Lihat Irwa’ul Gholil 4/18)
Baca Juga: Terdampak Covid-19, LPDB Restrukturisasi Kredit Koperasi dan UMKM
Dalam perkataan lainnya, Ibnu Abbas menyamakan perempuan hamil dan menyusui dengan tua renta yaitu sama dalam membayar fidyah. Beliau pernah meminta perempuan hamil untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan.