Suara.com - Pada pertengahan April, dokter di Long Island New York, Amerika Serikat, mulai melakukan perawatan pasien dengan menggunakan estrogen dalam upaya meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Awal Mei nanti, para ahli juga akan merawat pasien pria dengan hormon lain yang sebagian besar ditemukan pada wanita, progesteron.
"Ada perbedaan yang mencolok antara jumlah pasien pria dan wanita di unit perawatan intensif, dan pasien pria jelas-jelas menjadi lebih buruk," kata Dr. Sara Ghandehari, seorang dokter paru dan dokter perawatan intensif di Cedars-Sinai di Los Angeles pada New York Times.
Menurut dokter Ghandehari, 75 persen pasien perawatan intensif di rumah sakit yang menggunakan ventilator adalah laki-laki. Sementara wanita hamil, yang biasanya imunnya turun, malah cenderung mengalami penyakit ringan karena memiliki kadar estrogen dan progesteron yang tinggi.
Baca Juga: Orangtua Tak Hadiri Pernikahan Sirajuddin Mahmud dengan Zaskia Gotik
Dilansir dari New York Times, asal-usul percobaan estrogen di Renaissance School of Medicine di Stony Brook University di Long Island berasal dari pengamatan bahwa pria lebih berisiko meninggal karena virus corona daripada wanita.
Hal tersebut membuat para ilmuwan memikirkan apa yang ada di wanita dan tidak ada pada pria, yakni hormon seks wanita.
Uji coba mendaftarkan pasien pertamanya minggu lalu dan hasil awal dapat tersedia dalam beberapa bulan ke depan.
"Ini benar-benar di luar kebiasaan, yang merupakan awal dari ide bagus," kata Dr. Nachman dari associate dekan untuk penelitian di Renaissance School, yang merupakan bagian dari Universitas Negeri New York.
Penelitian telah menunjukkan estrogen mungkin memiliki efek pada protein yang dikenal sebagai angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2).
Baca Juga: Pedagang Takjil Ramadan Kediri: 7 Tahun Jualan, Baru Sekarang Susah Pembeli
"Virus corona menggunakan reseptor ACE2 pada permukaan sel sebagai rute masuk, dan ACE2 diatur secara berbeda pada pria dan wanita," kata Kathryn Sandberg, direktur Pusat Studi Perbedaan Seks dalam Kesehatan, Penuaan dan Penyakit di Universitas Georgetown.
Dalam penelitian dengan tikus, Dr. Sandberg dan rekan-rekannya telah menunjukkan bahwa estrogen dapat mengurangi ekspresi protein ACE2 di ginjal mereka. Oleh karenanya, ada kemungkinan hormon tersebut dapat mengurangi ekspresi ACE2 pada pria juga.
“Kita mungkin tidak mengerti persis bagaimana estrogen bekerja, tetapi mungkin kita bisa melihat bagaimana pasien melakukannya," kata Nachman.
Ia menambahkan bahwa estrogen memainkan peran yang kompleks, baik dalam respon kekebalan awal yang dapat membantu membersihkan infeksi virus atau respons yang dapat berkembang menjadi badai sitokin.
Uji coba estrogen Stony Brook merekrut 110 pasien Covid-19 yang datang ke ruang gawat darurat rumah sakit dengan gejala seperti demam, batuk, sesak napas atau radang paru-paru.
Para peneliti akan mengikuti mereka untuk melihat apakah estrogen mengurangi keparahan penyakit mereka.
Sementara itu studi Cedars-Sinai mencakup lebih kecil dengan hanya 40 subjek yang semuanya laki-laki. Pasien yang dapat berpartisipasi adalah pasien Covid-19 rawat inap di rumah sakit dengan penyakit ringan hingga sedang.
Para pasien kemudian akan mendapatkan dua suntikan progesteron setiap hari selama lima hari yang akan dimonitor untuk melihat apakah status mereka membaik.
Hipotesisnya, progesteron akan mencegah atau meredam reaksi berlebihan yang berbahaya dari sistem kekebalan tubuh atau disebut badai sitokin. Peneliti berharap, progesteron akan mengurangi kemungkinan sindrom gangguan pernapasan akut.
Kedua hormon yang diuji diyakini aman, terutama bila digunakan untuk jangka waktu singkat.