Suara.com - Benarkah Puasa Ramadan Bisa Redakan Maag? Ahli Ungkap Faktanya
Ibadah puasa selama ini menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi para penderita maag. Banyak dari mereka khawatir bahwa maag yang dialaminya kumat saat menjalankan ibadah.
Tapi siapa sangka bahwa ternyata puasa Ramadan justru terbukti memperbaiki sakit maag seseorang.
Lewat keterangan tertulis Senin, (27/4/2020), Akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan praktisi klinis Prof. dr. Ari Fahrial Syam mengatakan bahwa dalam praktiknya, bahkan pada minggu pertama penderita maag sudah melaporkan bahwa keluhan maagnya membaik saat berpuasa.
Baca Juga: Empat Penyakit Ini Perparah Kematian Akibat Corona di Indonesia
"Beberapa alasan kenapa pasien dengan sakit maag akan membaik jika berpuasa Ramadan antara lain: karena makannya menjadi teratur pada saat sahur dan berbuka, mengurangi camilan-camilan yang tidak sehat yang bisa saja dikonsumsi pada siang hari, mengurangi konsumsi rokok dan pengendalian diri,"ungkap dokter yang juga menjabat sebagai Dekan FKUI tersebut.
Ia melanjutkan bahwa secara teori pasien dengan GERD juga akan membaik keluhannya saat berpuasa Ramadan. Hal ini yang menjadi tujuan kenapa pasien GERD yang berobat di Poli Gastroenterologi RSCM diteliti pengaruh gejala penyakit GERD-nya selama puasa Ramadan.
Argumentasi Prof Ari juga didasarkan pada penelitian yang dilaporkan 4 tahun yang lalu oleh peserta pendidikan dokter spesialis penyakit FKUI-RSCM dengan judul penelitian " Pengaruh Puasa Ramadhan terhadap Gejala Klinis Pasien Penyakit GERD ".
Penelitian ini sendiri dilakukan pada Ramadan tahun lalu dengan peneliti Dr. Radhiyatam Mardhiyah
"Kebetulan saya menjadi salah satu pembimbing dalam penelitian Dr. Radhiyatam tersebut.
Baca Juga: Nostalgia! Resep Es Lilin Pasta Coklat Dijamin Ketagihan
Penelitian ini melibatkan 130 orang pasien GERD yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok pasien dengan GERD yang berpuasa Ramadan dan kelompok GERD tidak berpuasa Ramadan," ungkap Prof Ari.
Mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki dan median usia di kedua kelompok adalah 53 tahun. Kala itu peneitian memang tidak melibatkan pasien wanita yang masih produktif (masih mengalami menstruasi).
Pasien yang menjadi subjek ini telah dilakukan endoskopi saluran cerna dan sebagian besar memang pasien dengan NERD yaitu suatu keadaan penyakit GERD yang tidak ditemukan luka pada klep antara kerongkongan dan lambung.
Lantas apa temuan dari penelitian tersebut? Simak di halaman berikutnya.
Pada pasien yang menjadi subjek penelitian ini dilakukan pemeriksaan pada minggu ke-4 Ramadan dan dibandingkan tiga bulan setelah Ramadan.
"Hasil penelitian mendapatkan bahwa pada kelompok pasien yang berpuasa Ramadan terdapat perubahan nilai GERD-Q (suatu parameter untuk menilai ringan buruknya GERD)," ungkap Ari.
Jumlah pasien yang mengalami perubahan sebanyak 55 pasien atau mencapai 85 persen. Bahkan pada 23 persen perubahan GERD yang terjadi dengan rentang yang cukup besar.
Beberapa analisa lebih lanjut ternyata jumlah asupan rokok pasien selama berpuasa Ramadan berkurang dibandingkan saat tidak berpuasa.
"Pengaruh selisih waktu antara makan terakhir dengan tidur tidak ditemukan pada kedua kelompok baik pada penderita GERD saat berpuasa dan saat tidak berpuasa," terang Prof Ari.
Begitu pula tidak ada perbedaan antara selisih waktu antara makan terakhir dengan tidur pada kelompok puasa dan tidak puasa.
Perbedaan perbaikan gejala klinis GERD ini lebih meyakinkan bahwa pasien dengan GERD tetap diperbolehkan untuk tetap berpuasa karena puasa Ramadan akan memperbaiki gejala GERD-nya.
"Pada akhirnya penelitian ini berkesimpulan bahwa pasien GERD yang menjalani puasa Ramadan, keluhan GERD dirasakan lebih ringan saat berpuasa dibandingkan pada saat di luar puasa," kata dia.
Tak hanya itu, sambung Prof Ari juga mengatakan bahwa pasien GERD juga ternyata merasakan keluhan lebih ringan dibandingkan pasien GERD yang tidak berpuasa.
Akhirnya hasil penelitian ini menjadi angin segar buat penderita GERD untuk tidak ragu-ragu lagi menjalankan ibadah puasa Ramadan.