Suara.com - Ketika pasangan Elena Manighetti dan Ryan Osborne berangkat untuk menyeberangi lautan Atlantik dengan kapal, kasus virus corona hanyalah satu dari sekian banyak berita lainnya.
Saat itu yang mereka tahu wabah Covid-19 hanya terbatas di China dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menyatakannya sebagai pandemi global.
Ketika mereka meninggalkan sebuah pulau di Spanyol, Lanzarote, pada 28 Februari, berita yang mereka dengar adalah kematian akibat Covid-19 lambat. Pada 25 Maret, ketika mereka mencapai pulau Bequia di Karibia setelah 25 hari di tengah lautan tanpa internet, mereka menghidupkan ponselnya.
"Aku ingat Ryan membacakan berita dan kami terkejut. Sulit untuk memahami tingkat (penyebaran virus corona) pada awalnya," tutur Elena, dikutip dari The Guardian.
Baca Juga: Ambulans Pembawa Pasien Positif Virus Corona Kecelakaan di Jalan Sudirman
"Jika kamu bangun dari koma sekarang, aku pikir akan sulit untuk membayangkan tingkat penyebaran yang diketahui," sambungnya.
Elena berasal dari Lombardy, Italia, salah satu daerah yang paling terkena dampak pandemi.
"Itu terjadi sekitar tiga hari (setelah kami tiba) ketika Ryan membaca artikel 10 hari sebelumnya yang mengatakan kota asalku (dari Bergamo) adalah yang paling parah di dunia. Aku sama sekali tidak tahu. Aku menelepon ayahku," lanjutnya.
Menurutnya, yang paling mengejutkan adalah ketika pasangan itu melihat foto-foto mobil tentara di depan sebuah tempat pemakaman.
Elena dan Ryan memang pasangan petualang dan sudah mulai mengarungi lautan sejak 2017 silam. Selama di laut, satu-satunya alat komunikasi adalah perangkat setelit yang hanya mampu menerima 160 pesan karakter saja dan mereka berpesan kepada keluarga untuk tidak menghubunginya saat ada berita buruk.
Baca Juga: Penelitian: Virus Corona Bisa Berpindah Lewat Sepatu
"Hal yang lumrah bagi pelaut untuk tidak menginginkan berita buruk ketika mereka berada di lautan karena sama sekali tidak ada yang bisa kamu lakukan terhadap (berita buruk) itu. Yang bisa kamu lakukan adalah menangis, menjerit, khawatir, tetapi kamu tidak bisa berbalik pulang," lanjutnya.
Mereka mengaku mendapat tanda bahwa ada sesuatu yang salah dan serius ketika mereka mendekati Karibia.
"Kami pada jarak sekitar dua hari ketika seseorang mengirimi daftar semua pulau yang telah menutup perbatasan mereka, dan kami mulai khawatir, pada saat kami sampai, kami tidak akan punya tempat lain untuk pergi," ujar Ryan.
Pasangan ini telah berlabuh di Bequia, sebuah pulau di Saint Vincent dan Grenadines, di mana tidak ada kasus virus corona.
"Ini adalah pengalaman yang sangat nyata, mendarat di tempat di mana semuanya terasa hampir normal, sementara berita memberitahumu bahwa dunia ditutup (lockdown)," kata Elenna.
Sekarang pasangan ini hanya bisa menunggu pandemi berlalu sehingga mereka dapat melanjutkan perjalanan mengarungi lautan.