Suara.com - Bulan suci Ramadan tinggal menghitung hari. Seluruh umat muslim di dunia akan menjalankan puasa selama satu bulan penuh.
Beberapa negara memiliki lama waktu puasa berbeda-beda tergantung dengan rotasi matahari yang terjadi di wilayah tersebut. Di Indonesia, rata-rata waktu berpuasa selama 14 jam dalam satu hari.
Lama waktu puasa itu terkadang menjadi kendala bagi beberapa orang yang memiliki penyakit nyeri lambung. Saat hari-hari biasa, mereka mungkin telah memiliki jadwal makan teratur agar asam lambung tidak naik.
Tapi saat puasa, jam makan harus disesuaikan dengan jadwal buka dan sahur. Namun riwayat sakit magh sebenarnya bukan penghalang untuk menjalankan puasa.
Baca Juga: Ada 14.000 Kasus Covid-19, Sekolah dan Tempat Bisnis di Swedia Tetap Buka
Ahli nutrisi dokter Tan Shot Yen menjelaskan bahwa nyeri lambung bisa terjadi karena pemilihan makanan yang keliru. Menurutnya, asam lambung bisa dicegah dengan mengonsumsi sayur dan buah.
"Sayur dan buah justru mampu mencegahnya, sebab tinggi serat, membuat produk karbohidrat tidak lekas diubah jadi gula darah. Sehingga pengosongan lambung tak terlalu cepat," paparnya saat dihubungi suara.com, Senin (20/4/2020).
Agar lambung tidak cepat kosong, Tan menyarankan selama puasa jangan terlalu banyak mengonsumsi karbo rafinasi, seperti berbagai jenis produk terigu, nasi putih, dan gula.
Sebab makanan tersebut hanya memberikan efek kenyang yang sebentar pada tubuh.
"Dalam dua jam sudah habis semua jadi gula darah," katanya.
Baca Juga: Benarkah Kucing Mudah Tertular Virus Corona?
Sementara itu, spesialis Kejiwaan Dokter Andri mengatakan bahwa puasa tidak akan menjadi masalah bagi orang yang mempunyai gangguan lambung. Sebab otak akan dengan segera merespon keadaan berbeda seperti puasa.
"Biasanya dia akan terbiasa, menyesuaikan setelah 2-3 hari puasa akan stabil kembali. Asam lambung tidak akan meningkat," jelas Andri mengutip dari kanal YouTube-nya AndriPsikosomatik.
Menurutnya, jika respon otak baik maka sakit magh tidak akan kambuh saat puasa.
"Walaupun memang harus dikonsultasikan ke dokter gizi jika ada yang berbahaya keadaannya," ucap Andri.