Suara.com - Sukses Tanpa Lockdown, Hong Kong Laporkan Tidak Ada Kasus Baru Virus Corona
Pemerintah Hong Kong sukses menekan angka penyebaran virus Corona Covid-19 tanpa lockdown, setelah laporan terkini menyebut tidak ada kasus baru dalam 6 pekan terakhir per Senin (20/4/2020).
Di negara ini tercatat 1.033 kasus virus corona positif dan hanya empat kematian terkait pandemi tersebut. Yang lebih mengesankan lagi, negara ini berhasil mengatasi gelombang pertama Covid-19 tanpa memberlakukan lockdown.
Dan kini nampak terlihat angka infeksi melambat, beberapa warga lokal mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti biasa.
Baca Juga: Jokowi Nilai Lockdown Tidak Efektif, Vietnam Berikan Bukti Ini
"Kehidupan orang-orang di sini telah kembali normal, kecuali mereka tetap menggunakan masker," kata salah satu pemilik restoran lokal, Wing Fat Yau, dikutip dari US News.
Beberapa pakar mengaitkan kesuksesan Hong Kong dalam mengatasi pandemi Covid-10 dengan pengalaman negara ini melawan sindrom pernapasan akut parah atau SARS yang menewaskan 299 orang dan menginfeksi 1.755 orang di tahun 2003 di Hong Kong. Pemerintah Hong Kong merespon cukup lambat pada kasus SARS, kini reaksinya pada Covid-19 lebih cepat.
Kasus Covid-19 pertama yang terkonfirmasi di Hong Kong diumumkan pada 23 Januari lalu. Tak lama kemudian, pemerintah mulai melakuka surveilans infeksi intens, tak hanya pada pengunjung yang datang, namun juga pada warga lokal.
Usaha ekstensif juga dilakukan untuk melacak dan mengkarantina seluruh kontak dekat dari orang yang terinfeksi setidaknya dua hari sebelum jatuh sakit.
Beberapa tempat liburan dan perumahan baru digunakan sebagai fasilitas karantina. Pada awal Maret, pemerintah melakukan ratusan tes setiap harinya.
Baca Juga: Tanpa Lockdown, Begini Kunci Keberhasilan Korea Selatan Hadapi Pandemi
Hong Kong juga menerapkan kebijakan imigrasi. Siapapun yang melewati perbatasan dari China daratan, dan juga pendatang dari negara terinfeksi, harus menjalani karantina wajib 14 hari di rumah atau di fasilitas yang telah disediakan.
Untuk mendukung jalannya social distancing, negara ini juga menerapkan peraturan kerja yang fleksibel dan penutupan sekolah. Perkumpulan di tempat umum dibatasi hanya untuk empat orang dan restoran diwajibkan menjaga jarak setidaknya 1,5 meter antar meja.
Walaupun juga menutup beberapa tempat, mereka tidak memberlakukan imbauan di rumah aja seperti yang terjadi di beberapa negara yang terinfeksi, seperti Indonesia salah satunya.
Namun dengan masyarakat yang menganggap serius ancaman ini, para pakar menyebut memang tidak perlu bagi warga Hong Kong untuk melakukannya.
Berdasarkan studi terbaru dari Lancet, 85 persen warga Hongkong yang merespon survei dilaporkan menghindari tempat ramai, dan 99 persen dilaporkan mengenakan masker saat meninggalkan rumah.
Menurut Dr Peng Wu dari Hong Kong University's School of Public Health, Hong Kong juga siap siaga menghadapi wabah Covid-19 dibandingkan negara lain.
"Peningkatan tes dan kapasitas rumah sakit untuk mengatasi patogen pernapasan baru dan masyarakat yang paham akan kebutuhan meningkatkan kebersihan diri dan menjaga jarak menjadikan mereka berada dalam posisi yang baik," tuturnya.
Hal tersebut disetujui oleh Yau. Ia mengungkapkan bahwa kesuksesan Hong Kong dalam menghadapi wabah Covid-19 utamanya berasal dari warganya. Menurutnya, pengalaman SARS di tahun 2003 telah mengajarkan banyak hal pada warganya.
"Ini saatnya kami melakukan berbagai upaya. Saya tahu saya dan keluarga saya semuanya sudah memakan masker dari pertengahan Januari. Kami bergerak cepat," katanya.
Upaya social distancing yang awalnya akan berakhir di tanggal 23 April diperpanjang hingga 7 Mei. Situasi dianggap berada dalam kendali apabila tidak ada kasus lagi dalam 28 hari berikutnya.
Dipaparkan oleh profesor David Hui Shu-cheong, pakar penyakit pernapasan dari Chinese University, apabila hal tersebut terjadi, sekolah-sekolah dapat dibuka kembali dan para pekerja bisa kembali ke kantor.
Walaupun batasan diringankan, Hui berkata masyarakat tetap diimbau untuk mengenakan masker di transportasi umum dan tempat ramai, karena masih ada kemungkinan kasus baru dan belum adanya vaksin yang tersedia hingga pertengahan 2021.