Suara.com - Kondisi respon biologis bisa diciptakan melalui dunia luar, seperti jatuh cinta maupun koneksi sosial. Dilansir dari Discover Magazine, hal tersebut bisa melancarkan sistem saraf dan memberi dorongan kesehatan untuk Anda. Antara lain:
1. Hormon
Ketika mengalami perasaan cinta dan koneksi dengan orang lain, otak kita melepaskan koktail hormon dan bahan kimia. Ketertarikan, cinta romantis, cinta platonik dan koneksi sosial semuanya datang dengan campuran hormon tertentu.
Sebagian besar melibatkan beberapa kombinasi dopamin, testosteron, estrogen, vasopresin dan oksitosin.
Pengontrol pelepasan hormon-hormon tersebut adalah jaringan saraf paling kuat di dalam tubuh, disebut saraf vagus.
Melansir dari Discover Magazine, vagus mengembara ke mana-mana melalui tubuh yang keluar dari batang otak di dasar tengkorak, di leher Anda, dan mengalir di dekat arteri karotis.
Dari titik itu, vagus turun ke jantung di mana akan mengatur detak jantung, fungsi paru-paru dan aliran pencernaan.
![Ilustrasi interaksi sosial [shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2017/01/02/o_1b5f3e4q3r1m17ib1mug1tcq2joa.jpg)
2. Pengaruh Interaksi Kecil
Barbara Fredrickson, seorang psikolog di Universitas North Carolina di Chapel Hill, menyatakan bahwa interaksi kecil pun bisa berpengaruh pada lancarnya sistem saraf.
Baca Juga: 160 Saham Nyungseb, IHSG Hari Ini Loyo di Zona Merah
"Itu bisa berawal dari semua orang, mulai dari pasangan dan anak-anak Anda hingga barista yang Anda kenal di sudut kedai kopi," kata Fredricson.
Fredrickson percaya bahwa secara budaya, manusia meremehkan momen-momen singkat. Tetapi, baginya cinta adalah serangkaian momen mikro resonansi positif yang dialami, berulang kali, saat menjalani kehidupan sehari-hari.
3. Perhatian Sosial
Kita memikirkan cinta yang kita bagi bersama pasangan sebagai cinta yang paling penting. Tetapi ketika menyangkut sistem kesehatan dan biologi, interaksi singkat dan positif apa pun baik itu dengan pasangan, teman atau pengemudi ojek online yang baru Anda temui sama pentingnya dan memiliki bobot yang sama.
Fredrickson menjalankan studi di mana para peserta mendaftar untuk mempraktikkan jenis meditasi tertentu yang disebut meditasi cinta kasih (LKM).
Tim menguji nada atau kekuatan vagus subyek sebelum dan sesudah penelitian. Mereka menemukan bahwa semakin banyak interaksi sosial, maka emosi positif peserta meningkat. Dan ketika jumlah interaksi sosial meningkat, makan nada vagus juga meningkat.

4. Bahaya Kesepian
Melansir dari Discover Magazine, sebuah tinjauan tahun 2016 dari 28 penelitian menunjukkan betapa mematikannya jika Anda terputus dari interaksi sosial.
Para peneliti melihat data dari lebih dari 180.000 orang dewasa yang kesepian atau terisolasi secara sosial. Mereka menemukan bahwa kesepian, isolasi sosial atau keduanya dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung 29 persen dan risiko stroke 32 persen lebih besar.
Orang-orang yang melaporkan lebih sedikit hubungan sosial juga menunjukkan pola tidur yang terganggu, sistem kekebalan tubuh yang berubah, peradangan yang lebih tinggi, dan peningkatan kadar hormon stres.
John Cacioppo, seorang psikolog sosial di Universitas Chicago, mempelajari kesepian selama lebih dari dua dekade sebelum kematiannya pada tahun 2018.
Dalam sebuah penelitian, ia menemukan bahwa individu yang kesepian atau terisolasi memiliki peningkatan risiko tidak hanya penyakit jantung dan stroke tetapi juga kanker.

Ia dan mitra penelitiannya, psikiater Steven Cole dari UCLA, mengamati dalam sebuah studi 2015 bahwa sel-sel sistem kekebalan pada individu yang kesepian berubah.
Dengan kata lain, ada perubahan penting dalam cara sel-sel sistem kekebalan berperilaku pada individu yang kesepian versus mereka yang memiliki lebih banyak kesempatan untuk koneksi sosial yang asli.